Jakarta, CNN Indonesia -- Tanggal 20 April 2017, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudi Latif pernah menulis di sebuah media online nasional. Tulisan itu berjudul 'Keberanian.'
Begini penggalan tulisan itu, "Keberanian itu bukanlah hanyut dalam arus besar, melainkan berani melawan arus. Kita tidak bisa terus berada di zona aman dengan berpretensi diterima semua pihak. Karena pihak manapun berpotensi melakukan kesalahan."
Yudi menutup tulisan itu dengan kalimat, "Katakan yang benar itu meskipun pahit."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setahun lebih berselang, tepatnya Jumat (8/6), Yudi membuat kaget seluruh anggota grup
WhatsApp BPIP kaget. Dia mundur dari jabatan Kepala BPIP.
Dia mengatakan sesuatu yang 'pahit' bagi anggota grup
WhatsApp BPIP.
"Saya juga baru tahu, kaget saya, baru tahu dari grup WA BPIP," kata Wakil Kepala BPIP Haryono kepada
CNNIndonesia.com.
Yudi baru genap setahun memimpin lembaga yang awalnya bernama Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP). Yudi dilantik Presiden Joko Widodo pada 7 Juni tahun lalu.
Lahir di Sukabumi, Jawa Barat 26 Agustus 1964, Yudi tumbuh menjadi aktivis dan cendekiawan muda. Pemikirannya dalam bidang keagamaan dan kenegaraan tersebar di berbagai media. Puluhan buku telah dia tulis, sejak tahun 1990an, satu diantaranya tentang Pancasila, berjudul Negara Paripurna: Historitas, Rasionalitas, Aktualitas Pancasila".
Yudi yang pernah mengenyam pendidikan Sosiologi Politik dan Komunikasi dari Australian National University menjabat sebagai Ketua Pusat Studi Islam dan Kenegaraan-Indonesia (PSIK-Indonesia) dan Direktur Eksekutif, Reform Institute, dan aktif sebagai dosen tamu di sejumlah Pendidikan Tinggi.
Bahkan, dia juga sempat menjabat sebagai pemimpin redaksi majalah 'Kandidat' tahun 2004.
Tahun 2017, nama Yudi kembali mencuat ke publik setelah ditunjuk untuk mengelola UKP-PIP yang kemudian menjelma menjadi BPIP.
Selama setahun Yudi bekerja, BPIP melakukan sejumlah hal dalam melakukan pembinaan ideologi Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan. Salah satu wilayah yang disasar untuk melakukan pembinaan Pancasila adalah lingkungan perguruan tinggi.
Kepada
CNNIndonesia.com, Yudi pernah menyampaikan sejumlah pandangannya atas upaya pemerintah dalam pembinaan ideologi Pancasila di lingkungan perguruan tinggi. Dia khawatir nilai-nilai Pancasila akan semakin pudar di kalangan generasi muda.
Yudi menganggap penanaman nilai-nilai Pancasila ke generasi muda, termasuk ke mahasiswa, perlu dilakukan agar dasar berbangsa dan bernegara itu tak lekang oleh zaman.
Di sisi lain, dia mengingatkan bahwa setiap generasi memerlukan pemahaman Pancasila seutuhnya.
"Setiap zaman selalu ada generasi-generasi baru, oleh karena itu Pancasila tidak boleh berhenti penyemaiannya. Setiap generasi memerlukan pengenalan, memerlukan pemahaman tentang apa dasar-dasar nilai, dasar-dasar titik temu dan titik tuju dari bangsa ini," kata Yudi di kantornya, awal Agustus 2017.
Penulis buku Menyemai Karakter Bangsa itu mengatakan untuk merealisasikan pembinaan di tataran mahasiswa, pihaknya telah menjalin kerja sama dengan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi.
Yudi merasa khawatir Pancasila akan semakin terasingkan jika tak ditanamkan secara utuh kepada mahasiswa di kampus. Kekhawatiran ini lantaran kampus menjadi medan pertarungan antar pemahaman, termasuk yang bertentangan dengan nilai Pancasila.
Kini Yudi telah mengajukan pengunduran dirinya. Surat terkait itu sudah ia sampaikan kepada Presiden Joko Widodo. Mundurnya Yudi sebagai Kepala BPIP ini sempat diiringi soal pemberitaan mengenai gaji para dewan pengarah BPIP.
Salah satu yang disorot adalah gaji Ketua Dewan Pengarah BPIP, Megawati Soekarnoputri yang mencapai Rp112 juta per bulan.
Berdasarkan Perpres Nomor 42 Tahun 2018 yang diteken Presiden RI Joko Widodo, Ketua Dewan Pengarah BPIP yang saat ini dijabat Megawati mendapat hak keuangan Rp112.548.000.
Sementara itu para anggota dewan pengarah yang terdiri dari Try Sutrisno, Ahmad Syafii Maarif, Said Aqil Siradj, Ma'ruf Amin, Mahfud MD, Sudhamek, Andreas Anangguru Yewangoe, dan Wisnu Bawa Tenaya mendapatkan Rp100.811.000.
Pada akhir Mei 2017, Yudi sempat mencurahkan isi hatinya soal polemik gaji. Katanya, masyarakat berhak mempertanyakan masalah gaji yang dinilai besar diterima para dewan pengarah BPIP. Namun menurut Yudi, para anggota dewan pengarah BPIP tak pernah menuntut soal gaji setelah resmi dilantik tahun lalu.
Dia justru menyebut mereka menjadi 'korban' soal gaji yang memang diatur dalam peraturan presiden.
"Memang benar, publik berhak mempertanyakan itu. Itu cerminan warga yang peduli. Tapi percayalah, banyak orang tua terhormat di dewan pengarah yang tidak menuntut soal gaji. Mereka pun menjadi 'korban'. Jadi, tak patut mendapat cemooh," ujar Yudi dalam keterangan yang disampaikan kepada wartawan, akhir Mei 2018.
(wis/ugo)