Jakarta, CNN Indonesia -- Komisaris Jenderal Polisi
Mochamad Iriawan disebut tak perlu pensiun sebagai anggota Kepolisian RI, meski diangkat sebagai penjabat Gubernur Jawa Barat.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto mengatakan Iriawan masih menjadi anggota Kepolisian RI. Namun, Setyo menegaskan, mantan Kapolda Metro Jaya tersebut tidak berada dalam struktur keorganisasian Polri.
"Masih anggota Polri, tapi tidak menjabat di struktur organisasi Polri. Tapi masih anggota," kata Setyo di Kantor Div Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (21/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meskipun masih berstatus sebagai anggota kepolisian, menurut Setyo, pelantikan Iriawan menjadi Penjabat Gubernur Jabar beberapa waktu lalu tidak menyalahi aturan. Hal ini termasuk soal aturan bahwa anggota Polri harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas sebelum menduduki jabatan di luar Kepolisian sebagaimana tertuang dalam pasal 28 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisan RI.
Menurut Setyo, Iriawan ditunjuk untuk menggantikan Ahmad Heryawan yang habis masa jabatannya pada 13 Juni lalu. Oleh karena itu, Iriawan tidak harus mengundurkan diri dari kepolisian, kecuali sejak awal memang mengajukan diri menjadi calon gubernur.
"Kalau permanen (harus pensiun). Kalau misalnya saya mau jadi bupati, saya mundur dulu. Kalau ini kan penugasan," kata Setyo.
Polri, kata Setyo, meyakini bahwa Iriawan dapat mengemban tugas secara profesional dan bersikap netral selama mengemban jabatannya saat ini.
Pengamat politik Jerry Sumampouw menilai bahwa masalah regulasi pengangkatan Komjen Iriawan memang masih bisa dijadikan perdebatan. Namun, polemik yang timbul dari pengangkatan Iriawan tersebut, lebih disebabkan waktu pengangkatan yang tak tepat karena berdekatan dengan
Pilkada Jabar.
"Soal waktunya yang kurang tepat ya, memicu kontroversi baru. Padahal, sebetulnya Pilkada Jabar yang diprediksi akan sedikit tinggi tensi politiknya dan mungkin juga waktu itu diprediksi akan ada banyak gangguan sebetulnya sampai ada pengangkatan jabatan itu relatif lancar dan aman," kata Jerry, ditemui ditempat terpisah.
Berkat pengangkatan tersebut, banyak tuduhan yang ditujukan pada pemerintah. Sebelumnya, pemerintah dianggap ingin mendongkrak elektabilitas salah satu pasangan calon gubernur Jabar yang memiliki latar belakang yang sama dengan Iriawan.
Jerry menilai keputusan ini seharusnya tidak diambil hanya beberapa hari sebelum Pilkada serentak dimulai, kendati keputusan tersebut tak menyalahi aturan.
"Keputusan seperti ini jadi kurang tepat dilakukan dalam beberapa hari sebelum Pilkada itu dilaksanakan. Keputusan ini meskipun secara hukum legal mungkin kita lihat ini kurang pas dalam konteks waktu karena memicu persoalan-persoalan baru yang semestinya bisa ditahan satu atau dua minggu," pungkasnya.
Iriawan dilantuk sebagai penjabat Gubernur Jawa Barat Jawa Barat pada Senin (18/6). Pengangkatan tersebut diduga cacat prosedur karena melanggar UU Nomor 5 Tahun 2104 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, dan UU Polri.
Pelanggaran terhadap UU Polri sebelumnya diduga dilakukan karena status Iriawan saat ini masih aktif sebagai anggota kepolisian. Dalam Pasal 28 Ayat 3 UU Kepolisian disebut bahwa anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar Kepolisian bila sudah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas.
Isu penggunaan hak angket terhadap Iriawan pun mengemuka. Partai Demokrat, PKS, dan Gerindra menolak keputusan Pemerintah mengangkat Iriawan sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Jabar.
Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR Didik Mukrianto, mengatakan penggunaan hak angket dalam menyikapi langkah Kemendagri ini penting untuk mengingatkan dan mengoreksi pemerintah agar tidak terkoreksi oleh rakyat serta sejarah.
"Sebagai wakil rakyat yang harus menjadi penyeimbang dan pengawas jalannya pemerintahan, kami berpandangan saat yang tepat bagi Fraksi Partai Demokrat dan DPR untuk menggunakan hak angket," kata Didik.
Namun, Kapuspen Kemendagri Bahtiar menegaskan penunjukkan Iriawan sebagai Pj Gubernur Jabar telah sesuai aturan. Bahtiar menyebut UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada sebagai payung hukum pengisian posisi penjabat gubernur.
(agi/pmg)