Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM berencana membawa
tenaga kerja asing (TKA) ilegal asal China yang ditangkap di tambang emas rakyat di Kabupaten Nabire, Papua beberapa waktu lalu.
Saat ini, pihak imigrasi tengah melakukan pemeriksaan terhadap para TKA ilegal China tersebut.
"Arahan yang diterima dari pimpinan, dari Jakarta, agar terhadap orang asing tersebut jikalau ditemukan pelanggaran maka dilakukan tindakan pro-justicia (dibawa ke pengadilan)," kata Kepala Bagian Humas dan Umum Direktorat Jenderal Imigrasi Agung Sampurno saat dikonfirmasi
CNNIndonesia.com, Senin (25/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agung menjelaskan para TKA ilegal asal negeri Tirai Bambu itu ditangkap dalam operasi gabungan yang dilakukan Kantor Imigrasi Tembagapura bersama Kantor Imigrasi Merauke. Dalam operasi tersebut, sedikitnya 21 warga negara China itu diamankan.
Menurut Agung, para TKA ilegal asal China itu bekerja di sebuah penambangan emas rakyat.
"Secara SOP yang dilakukan adalah penangkapan, penahanan, kemudian proses investigasi dan berkoordinasi dengan kedutaannya untuk dilakukan verifikasi terhadap paspornya," ujarnya.
Namun, kata Agung saat melakukan pemeriksaan terhadap mereka pihaknya menemui kendala dalam mencari penerjemah bahasa China. Pasalnya, para TKA asal China yang ditangkap itu memiliki dialek bahasa Tiongkok yang berbeda-beda.
"Jadi ada masalah teknis saat investigasi. Karena mencari
intepreter (penerjemah) bahasa China enggak mudah. Ternyata bahasa China-nya (TKA ilegal China) punya dialek masing-masing," kata dia.
Agung mengatakan tindakan keimigrasian yang bisa dilakukan terhadap warga negara asing (WNA) yang melanggar aturan ada dua, yakni tindakan administratif dan pro-justicia.
"Tindakan administratif itu contohnya pembatalan visa, pembatasan, pencabutan, dan lain-lain, termasuk deportasi, penangkalan," ujarnya.
"Sementara kalau pro-justicia adalah tindakan ke ranah hukum, ke pengadilan nanti putusannya bisa ada dua, bisa berupa kurungan badan atau denda," kata Agung menambahkan.
Tak terpantau di PapuaAgung mengatakan pihaknya tak mengetahui secara pasti jumlah total TKA yang bekerja di Papua, termasuk yang berasal dari China. Ia beralasan pihaknya kesulitan memantau TKA yang bekerja di Papua lantaran minimnya keberadaan Kantor Imigrasi.
Kantor imigrasi di Papua hanya ada empat, yakni Kantor Imigrasi Kelas I Jayapura, Kantor Imigrasi Kelas II Merauke, Kantor Imigrasi Kelas II Tembagapura, dan Kantor Imigrasi Kelas II Biak.
Menurut Agung, untuk mengetahui jumlah pasti TKA di Bumi Cendrawasih, pihaknya hanya melihat dari data perlintasan WNA yang berkunjung ke sana.
"Jadi kalau ditanya berapa banyak, tentu kita melihatnya berdasarkan data perlintasan," tuturnya.
Agung menyebut dari data perlintasan WNA itu kemudian baru diverifikasi ke instansi terkait. Jika terkait dengan tenaga kerja, kata Agung pihaknya akan memeverifikasi kepada Kementerian Tenaga Kerja.
"Karena imigrasi tak menerbitkan izin kerja. Kita hanya menerbitkan izin tinggal," kata dia.
(stu)