Jakarta, CNN Indonesia -- Nasib terdakwa merintangi penyidikan kasus korupsi proyek e-KTP,
Fredrich Yunadi, divonis hari ini, Kamis (28/6). Dia bakal menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat.
Fredrich dituntut 12 tahun penjara oleh jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi dan denda Rp600 juta subsider enam bulan kurungan. Jaksa menyatakan Fredrich dan dokter Bimanesh Sutarjo terbukti merintangi penyidikan terpidana kasus korupsi e-KTP, Setya Novanto (Setnov).
Mereka berdua diduga memanipulasi data medis Setnov agar bisa dirawat di Rumah Sakit Medika Permata Hijau, guna menghindari pemeriksaan KPK pada pertengahan November 2017.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fredrich didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pekan lalu, Fredrich sudah menyampaikan nota pembelaan (pleidoi) setebal 2.000 halaman. Dalam pembelaannya, Fredrich berkeras jaksa penuntut umum KPK tak layak membawa perkara merintangi penyidikan korupsi proyek e-KTP itu ke pengadilan.
Menurutnya, advokat tak bisa dituntut secara pidana maupun perdata. Fredrich juga membantah merekayasa kecelakaan dan sakit yang diderita Novel pada November 2017 lalu. Dia mengatakan hal tersebut benar-benar terjadi dan bukan hasil rekayasa.
Sejak awal, persidangan Fredrich memang penuh drama. Dia kerap mencemooh dan melontarkan pernyataan bernada negatif. Dia juga kerap terlibat perdebatan sengit dengan jaksa KPK, bahkan sempat dilerai oleh majelis hakim.
Melihat kenyataan itu, ada kemungkinan hakim bakal menjatuhkan vonis agak berat kepada Fredrich. Selama di persidangan dia dianggap berbelit, tidak bekerja sama, dan tidak sopan. Namun, itu semua kembali ke pertimbangan hakim yang bakal dibacakan hari ini.
(ayp/pmg)