Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyatakan pimpinan DPR akan segera mempelajari dan menyelaraskan putusan Mahkamah Konstitusi atas uji materi terhadap sejumlah hak imunitas anggota dan Mahkamah Kehormatan Dewan DPR dalam UU Nomor 2/2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (
UU MD3).
"Nanti kami di pimpinan dan tentu halnya terkait langsung MKD akan membahas ini," ujar Fadli di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (28/6).
Fadli menerangkan keputusan MK bersifat akhir. Oleh karena itu, Fadli menyebut DPR harus membuat aturan baru agar tidak ada masalah dalam proses penerapan UU MD3 pasca putusan MK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Fadli mengaku belum bisa menilai lebih jauh dampak putusan MK terhadap kinerja anggota DPR ke depan. Ia berasalan pihaknya perlu mempelajari lebih jauh putusan tersebut.
"Jadi kami akan pelajari dan tentu akan kami selaraskan pada aturan yang standar, yang baku, yang pasti terkait masalah relasi DPR dengan anggota maupun dengan hal-hal lain," ujarnya.
Meski menilai keputusan tersebut harus dipatuhi, Waketum Gerindra ini mengkritisi konsitensi MK dalam mengeluarkan putusan. Salah satu putusan yang disoroti yakni soal larangan narapidana korupsi menjadi calon legislatif.
Meski tak merinci kritikannya, Fadli menilai MK tidak konsisten dalam mengadili sebuah perkara.
"Kadang-kadang kami mengkritisi keputusan MK kadang-kadang tidak konsisten. Misalnya masalah napi koruptor tempo hari lalu dan sebagainya," ujar Fadli.
Fadli juga merasa putusan MK menolak sejumlah hak imunitas DPR merupakan hal yang wajar. Ia tidak sepakat keputusan tersebut dianggap sebagai bukti DPR kerap berlebihan dalam membuat aturan untuk berlindung.
"Setuju dan ada yang tidak setuju saya kira adalah hal yang wajar. Tapi kita harus kembali pada konstitusi," ujarnya.
Sebelumnya MK membatalkan sejumlah pasal imunitas yang baru dibuat oleh DPR.
Pasal yang batalkan MK, yakni pasal 73 ayat (3), (4), (5), dan (6). Pasal itu terkait dengan kewenangan DPR memanggil paksa dan menyandera dengan bantuan Polri terhadap setiap orang yang tidak hadir saat dipanggil DPR sebanyak tiga kali.
Selain itu, MK juga membatalkan pasal 122 huruf (l) tentang fungsi MKD mengambil langkah hukum kepada perseorangan, kelompok, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.
MK juga diketahui membatalkan kewenangan MKD di dalam pasal 245 yang memberi pertimbangan terhadap anggota DPR yang dipanggil atau dimintai keterangan dalam sebuah tindak pidana. MK menyatakan pemanggilan anggota DPR cukup melalui persetujuan tertulis dari presiden.
(end)