Dalih Peretasan Situs KPU di Balik Transparansi Suara Pilkada

Ramadhan Rizki | CNN Indonesia
Selasa, 03 Jul 2018 18:43 WIB
KPU dan Bawaslu dinilai tak peka perubahan zaman yang mengandalkan teknologi informasi sebagai sarana transparansi dan kontrol publik terhadap hasil pemilu.
KPU dan Bawaslu dinilai tak peka perubahan zaman yang mengandalkan teknologi informasi sebagai sarana transparansi dan kontrol publik terhadap hasil pemilu. (Foto: infopemilu.kpu.go.id)
Jakarta, CNN Indonesia -- Situs penghitungan hasil pilkada serentak 2018 Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih lumpuh. KPU dan pemerintah dinilai tidak sadar zaman di tengah penggunaan teknologi informasi.

Pantauan CNNIndonesia.com pada Selasa (3/7) hingga pukul 18.37 WIB situs yang beralamat https://infopemilu.kpu.go.id/ masih tidak bisa diakses. Keterangan yang tertulis menunjukkan bahwa layanan ini untuk sementara tidak diaktifkan.

Saat ini KPU masih melakukan hitung riil berdasarkan formulir C1 di 171 daerah hasil pemungutan suara serentak pada 27 Juni lalu. KPU tengah melakukan rekapitulasi manual berjenjang di tingkat kecamatan, kabupaten/kota, hingga provinsi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Melihat kondisi itu, KPU bersama Badan Siber Sandi Negara (BSSN) dan Direktorat Siber Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri untuk menangkal peretasan situs dan bersiaga menghadapi serangan hacker.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Arief Budiman menjelaskan terkait kesulitan masyarakat mengakses laman resmi KPU. Menurutnya, hal itu terjadi akibat banyaknya serangan terhadap situs web KPU.

Sebagai solusinya, KPU menerapkan sistem buka-tutup untuk menangkal serangan dari para peretas.

Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati menganggap upaya peretasan situs KPU itu merupakan bentuk ketidakpedulian pemerintah melindungi sistem teknologi informasi milik penyelenggara penilu.


Menurutnya, persoalan teknologi yang dimiliki KPU kerap kali menjadi salah satu biang keladi yang terus berulang saat penyelenggaraan pemilu. KPU juga pernah mengalami persoalan serupa pada pemilu 2004 dan 2009.

Dalih Peretasan Situs KPU di Balik Transparansi Suara PilkadaSaat pemilu 2004, pasangan calon presiden Megawati Soekarnoputri dan wakilnya Hasyim Muzadi memperoleh nomor urut dua. (REUTERS/Supri)
Pada 2004, Kepolisian Daerah Metro Jaya pernah menangkap pelaku yang membobol situs (hacker) di Pusat Tabulasi Nasional Pemilu Komisi Pemilihan Umum (TNP KPU). Kemudian pada 2009, kasus ini terulang kembali. Saat itu KPU menggandeng kepolisian untuk mengatasi masalah tersebut.

"Di tataran teknis sendiri, pemerintah tak menaruh perhatian yang cukup baik pada masalah ini, mereka abai terhadap teknis pelaksanaan riil count ini," ujar Wasis saat dihubungi CNNIndonesia.com kemarin (2/7).

Wasis juga menyoroti bahwa penyelenggara pemilu di Indonesia seperti KPU dan Bawaslu tak peka dengan perubahan zaman yang seharusnya bisa mengandalkan teknologi informasi sebagai sarana transparansi dan kontrol publik terhadap hasil pemilu.

Ia meminta agar KPU dapat mengambil pembelajaran dan proaktif dalam membenahi persoalan sistem informasi yang dimilikinya agar kejadian serupa tak terulang kembali.


Ia berpendapat masyarakat bakal menaruh sikap skeptis dan bertanya-tanya soal transparansi perhitungan suara hitung riil pilkada 2018 jika polemik ini dibiarkan berlarut-larut.

Dalih Peretasan Situs KPU di Balik Transparansi Suara PilkadaKPU saat ini masih melakukan penghitungan suara. Ilustrasi. (Antara Foto)
Wasis menilai bahwa transparansi KPU dalam penghitungan suara di situs tersebut untuk menghindari tudingan dari berbagai pihak yang merasa ada hacker hingga dapat mempengaruhi jumlah perolehan suara.

"Dampaknya di masyarakat, KPU jadi kurang kredibilitas karena kurangnya transparansi soal suara di pilkada ini, situsnya sendiri sering down dan berulang kali terjadi lagi ini, ini memunculkan adanya pemikiran konspiratif kan akhirnya, datanya dibikin, manipulasi," ujar dia.

Tak hanya itu, Wasis menilai ketidakberesan KPU dalam mengelola teknologi informasi milikinya bakal menjadi bumerang bagi pemerintah yang berkuasa karena rentan untuk dipolitisasi oleh lawan politiknya.

Selain itu, Wasis juga memandang bahwa terdapat segelintir masyarakat yang belum memiliki kedewasaan dalam berpolitik sehingga karap kali melakukan tindakan yang tak demokratis seperti meretas situs milik KPU.

"Jadi banyak pihak yang sakit hati terhadap KPU, baik kompetitor, masyarakat banyak yang sakit hati, jika situsnya down bisa saja karena ada sengaja yang bajak atau memutus bandwith-nya, saya lihat kecenderungan publik dalam berpolitik belum dewasa," ujarnya.

Dihubungi terpisah, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramdani menilai situs KPU yang acap kali down tak perlu dipolitisasi lebih lanjut.

Ia sependapat dengan pernyataan Ketua KPU, Arief Budiman bahwa persoalan tersebut murni soal teknis guna mencegah masuknya peretas ke situs KPU.

Dalih Peretasan Situs KPU di Balik Transparansi Suara PilkadaKetua KPU Arief Budiman. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Melihat hal itu, Fadli mengatakan situs tersebut hanya sebagai alat penunjang dan tak memiliki kekuatan hukum tetap.

Ia mengatakan rujukan utama bagi masyarakat terkait hasil pilkada serentak 2018 tetap pada hasil berdasarkan perhitungan manual.

"Kan, proses yang dirujuk dan dijadikan rekapitulasi suara yang sah itu kan proses rekapitulasi berjenjang dan manual secara bertingkat. Di proses itu, saksi pasangan calon dan peserta pemilu kan hadir dalam merekam proses rekapitulasi itu," ujar Fadli saat dihubungi CNNIndonesia.com Senin (2/7).


Selain tu, Fadli juga yakin bahwa di balik down-nya server KPU itu tak akan terjadi proses manipulasi data perolehan suara oleh pihak tertentu. Oleh sebab itu, ia mengimbau agar KPU responsif dalam membenahi persoalan server tersebut dari peretas.

"Website hitung KPU itu kan alat kontrol untuk mendorong transparansi penyelenggara pemilu, justru lebih produktif kalau bagaimana cara menangkal para peretas itu, itu diusulkan kepada KPU, kalau hasil pemilu dimanipulasi terlalu jauh ya," kata Fadli. (pmg/gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER