Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Arief Budiman menyatakan pihaknya tidak akan mengubah
Peraturan KPU hanya karena mendapat tekanan politik. Hal ini terkait PKPU Nomor 20 tahun 2018 yang melarang eks narapidana korupsi menjadi calon legislatif.
Sejumlah fraksi partai politik di DPR menentang larangan eks koruptor menjadi caleg pada pemilu 2019 karena dinilai bertentangan dengan UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
"Enggak. KPU menjalankan fungsi secara mandiri," kata Arief di ruangannya di Kantor KPU, Jakarta, Selasa (3/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arief mengamini PKPU bukan aturan mutlak yang tak bisa diubah. Namun, ada mekanisme untuk mengubah substansi.
Dia menjelaskan PKPU dapat diubah jika ada putusan Mahkamah Agung. Misalnya, MA memutuskan terkait larangan eks koruptor tidak dapat diterapkan, maka KPU akan mengubah PKPU tersebut.
Selain itu, Arief mengatakan KPU juga bisa mengubah PKPU tanpa putusan MA, jika ada yang dirasa tidak tepat ketika PKPU diterapkan. Namun, semua itu harus atas pertimbangan logis dan rasional, bukan karena tekanan.
"Pasti karena ada fakta, alasan yang logis dan rasional, tidak semau-maunya," ucap Arief.
Arief mengatakan pihak lain boleh memiliki perbedaan pandangan terkait boleh tidaknya larangan eks koruptor nyaleg diterapkan. Sejauh ini, Bawaslu, Kemendagri, Kemenkumham, serta sejumlah fraksi di DPR menentang penerapan larangan itu.
Meski begitu, Arief mengatakan uji materi atau judicial review memberikan ruang kepada semua pihak untuk memastikan apakah larangan itu benar atau salah. Jika tidak, maka tidak akan ada kesepahaman karena setiap pihak memiliki pembenarannya masing-masing.
"Beda pandangan soal peraturan KPU, itu yang berhak menentukan yang benar dan yang mana yang tidak itu MA. Jangan kemudian ditafsir sendiri," kata Arief.
"Bukan saya yang menyarankan ke MA tapi undang-undang," lanjutnya.
Ancaman angket DPRArief menilai DPR tak akan serius menggulirkan hak angket terkait aturan tersebut. Ketua DPR Bambang Soesatyo telah mempersilakan Komisi II sebagai mitra kerja KPU untuk membentuk panitia khusus (pansus) hak angket.
"Saya percaya tidak akan dilakukan," kata Arief.
Arief menegaskan PKPU sah dan bisa diterapkan pada pemilu 2019 meski Kementerian Hukum dan HAM enggan mengundangkan.
Dia mengatakan peraturan akan sah ketika sudah ditetapkan oleh pimpinan lembaga. Menurutnya pengundangan di Kemenkumham hanya bertujuan agar masyarakat mengetahui peraturan telah ditetapkan suatu lembaga.
Dalam hal ini PKPU Nomor 20 tahun 2018 yang mencantumkan larangan eks koruptor menjadi caleg DPR, DPRD Kabupaten/kota, serta DPRD provinsi pada pemilu 2019.
"Yang penting pimpinan lembaga sudah menetapkan itu. Karena pengundangan, mencatatkan dalam berita atau lembaran negara itu, sebenarnya proses administrasi bukan pembahasan substansi," kata Arief.
Proses pendaftaran bakal calon legislatif pemilu 2019 dimulai pada 4-17 Juli. Sementara Arief menetapkan PKPU No. 20 Tahun 2018 pada 30 Juni.
"Karena tanggal 1-3 Juli sudah harus mengumumkan proses pencalonan, harus ada dasarnya. Apa dasarnya, ya, PKPU Nomor 20," ucap Arief.
Wakil Ketua Umum PAN Taufik Kurniawan. (CNN Indonesia/Abi Sarwanto) |
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan meminta pemerintah tidak lepas tangan soal PKPU yang melarang eks koruptor nyaleg. Hal tersebut menanggapi sikap Menkumham yang menolak menandatangani PKPU untuk dijadikan undang-undang.
"Jangan korbankan DPR hanya untuk meluruskan itu. Tetapi harus ada statement dari seluruh stakeholder," ujar Taufik di Gedung DPR, Jakarta.
Taufik menuturkan pemerintah dituntut tidak sekadar menghormati PKPU, melainkan harus bersikap tegas dengan menyatakan PKPU tersebut melanggar UU atau tidak.
Waketum PAN ini pun menyarankan pemerintah menggelar rapat konsultasi dengan pihak terkait, seperti MA, MK, DPR, dan KPU untuk mengkaji PKPU tersebut.
"Jadi menurut saya silakan dikaji. Kalau menurut saya sebelum pansus, harus ketemu dulu rapat konsultasi. Jangan seolah-olah institusi masing-masing berbeda-beda, nanti rakyatnya bingung," ujarnya.
Pansus Angket BerlebihanDi sisi lain, Taufik meyakini larangan eks koruptor menjadi caleg merupakan kebijakan yang positif dan mendapat dukungan dari semua masyarakat. Ia berkata eks koruptor sudah sewajarnya tidak menjadi caleg.
Terpisah, Ketum PAN Zulkifli Hasan menilai rencana pembentukan pansus angket soal PKPU berlebihan. Menurutnya, semua parpol cukup melapor kepada Bawaslu jika ada caleg yang ditolak oleh KPU lantaran merupakan eks koruptor.
"Saya kira pansus angket berlebihan. Sama juga menurut saya mengada-ada. Kita hormati saja KPU," ujar Zulhas di Gedung DPR, Jakarta.
Zulhas mengatakan pencalonan eks koruptor sebagai anggota legislatif diserahkan kepada masyarakat dalam menilai sebuah partai mendukung program antikorupsi.
"Kalau orang sudah menilai terpidana berat, lama, kemudian dipaksakan untuk menjadi caleg saya kira nanti publik akan menilai partai ini pro pemberantasan korupsi atau tidak. Apalagi kalau banyak. Saya kira ada bagusnya," ujarnya.
Zulhas mengklaim belum ada eks koruptor yang mendaftar caleg dari PAN. Namun, ia tidak menutup peluang bagi pihak yang menjadi korban dalam sebuah tindak pidana.
"Sementara ini tidak ada. (Tapi) kami lihat juga orang itu dulu kenapa sih (dipidana), misalnya ada juga yang difitnah karena persaingan usaha, pencemaran nama baik, ada juga IT kami lihat juga. Tapi sampai saat ini belum ada yang daftar," ujar Zulhas.
 Wakil Ketua DPR Fadli Zon. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Sementara Wakil Ketua DPR Fadli Zon menanggapi wacana pembentukan pansus hak angket PKPU harus dikaji terlebih dahulu. Meski demikian, PKPU harus sesuai dengan undang-undang.
"Menurut saya kita ini harus berpegang kepada undang-undang dan juga konstitusi. Karena kalau kita tidak berpegang pada yang itu, kita berpegang pada yang mana," kata Fadli Zon di Gedung Parlemen, Selasa (3/7).
Dia mengapresiasi atas kinerja KPU yang berusaha membuat peraturan untuk membuat jera pada koruptor. Namun, menurut Fadli aturan tersebut harus ada dasar atau payung hukum yang berlaku.
Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza mewacanakan pembentukan panitia hak angket terkait PKPU dengan anggota DPR lainnya pada Rabu besok.
Politisi partai Gerindra ini mengatakan bahwa DPR akan menggunakan haknya dalam mengawasi KPU apabila ada pihak-pihak yang merasa keberatan dengan peraturan tersebut bisa mengajukan gugatan.
(pmg/gil)