KPK Sebut Irwandi Yusuf Minta 8 Persen dari Proyek Dana Otsus

Feri Agus | CNN Indonesia
Rabu, 04 Jul 2018 23:20 WIB
KPK menyebut uang suap dana otsus khusus Aceh diberikan kepada Irwandi melalui orang-orang dekatnya dan diduga bukan yang pertama kali terjadi.
KPK menyebut uang suap dana otsus khusus Aceh diberikan kepada Irwandi melalui orang-orang dekatnya dan diduga bukan yang pertama kali terjadi. (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil membongkar praktik penyelewengan Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) 2018 yang diduga dilakukan oleh Gubernur Aceh Irwandi Yusuf.

Berdasar hasil penyidikan sementara, KPK menyatakan mantan juru runding Gerakan Aceh Merdeka itu mematok jatah tertentu dari setiap proyek dibiayai Dana Otsus dengan jumlah Rp8 triliun.

"Diduga dari pemberian tersebut merupakan bagian dari commitment fee delapan persen, yang menjadi bagian untuk pejabat pemerintah di Aceh dari setiap proyek yang dibiayai dari dana DOKA," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (4/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Basaria, uang suap itu diberikan kepada Irwandi melalui orang-orang dekatnya. Dia curiga hal ini bukan yang pertama kali terjadi.


"Tim masih mendalami dugaan penerimaan-penerimaan sebelumnya," ujar Basaria.

Menurut Basaria, seharusnya Dana Otonomi Khusus Aceh 2018 dipergunakan untuk kepentingan penduduk setempat. Seperti pembangunan jalan, pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, pendidikan, sosial, serta kesehatan. Namun, Irwandi malah meminta uang panjar (ijon) terkait proyek-proyek pembangunan infrastruktur bersumber dari dana otonomi khusus itu.

Setelah diperiksa intensif, Basaria menyatakan KPK meningkatkan status perkara ke penyidikan dan menetapkan empat orang sebagai tersangka. Yaitu IY (Irwandi Yusuf), HY (Hendri Yuzal), dan TSB (Syaiful Bahri) sebagai penerima dan AMD (Bupati Bener Meriah Ahmadi) sebagai pemberi.


KPK menyatakan Irwandi, Hendri Yuzal, dan Syaiful Bahri sebagai penyelenggara negara dan penerima suap dijerat dengan pasal 12 huruf a atau pasal 11 Undang-Undang 31/1999 yang diubah Dengan UU 20/2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sedangkan Ahmadi sebagai pemberi dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (ayp/gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER