Jakarta, CNN Indonesia -- Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menyatakan koalisi partainya dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN) masih belum secara gamblang memberi dukungan kepada Prabowo Subianto untuk pilpres 2019. Kendati demikian ia mengakui sejauh ini baru Gerindra yang resmi mengusung Prabowo.
"Yang baru memberikan dukungan atas pencalonan Pak Prabowo kan baru Gerindra. PKS belum secara vokal, PAN belum secara vokal. Kita masih terus membicarakan tentang wakil presiden," ujar Muzani yang ditemui di Gedung DPR RI, Senin (9/7).
Pernyataan Muzani tersebut merupakan tanggapannya atas nama cawapres yang kabarnya sudah dikantongi oleh Presiden Joko Widodo untuk Pilpres 2019. Berbeda dengan Jokowi dan para partai pendukungnya, Muzani menilai koalisi yang mereka bangun masih perlu waktu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau kami kan koalisi ini masih harus dirajut," imbuhnya.
Muzani mengaku tak khawatir atas pengumuman cawapres Jokowi yang rencananya diumumkan tak lama lagi. Ia justru berharap pengumuman itu dipercepat mengingat sudah banyak partai politik yang menyatakan dukungan mereka ke Jokowi.
Soal pembahasan cawapres untuk Prabowo, Muzani mengklaim masih terbuka banyak kemungkinan. Selain ada nama Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang didorong oleh Demokrat, ia masih terus bertukar informasi dengan PAN dan PKS.
"PKS tadi saya baru ketemu Pak Sohibul Iman, saya baru ketemu dengan Pak Zul tadi."
Sebelumnya pada Minggu (8/7) kemarin, Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri mengatakan Jokowi sudah mengantongi nama cawapres yang akan mendampinginya. Pernyataan itu keluar setelah Megawati bertemu dengan Jokowi di Istana Batu Tulis, Bogor.
"Pengumuman dilakukan pada momentum tepat, dan dalam cuaca yang cerah, secerah ketika matahari terbit dari timur. Jadi tunggu saja dan sabar", ujar Megawati dalam keterangannya melalui Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, Senin (9/7).
PKS Tak Memaksa Kader Jadi CawapresKetua DPP PKS Mardani Ali Sera menegaskan PKS hanya ingin menang di Pilpres 2019. Ia menyebut PKS tidak akan memaksakan kadernya dipilih sebagai capres atau cawapres di Pilpres 2019.
Hal tersebut tak lepas dari terbukanya peluang Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjadi capres di Pilpres 2019.
"Kami tidak ingin maju, tapi kami ingin menang. Karena ingin menang, semuanya harus rendah hati," ujar Mardani di Gedung DPR, Jakarta, Senin (9/7).
Mardani menuturkan Anies memiliki peluang yang sama dengan sembilan kader PKS yang dijagokan sebagai capres atau cawapres. Anies, kata dia, bisa menjadi cawapres bagi Ketum Gerindra Prabowo Subianto atau menjadi capres bagi politis PKS Ahmad Heryawan.
Meski berpeluang, Mardani mengaku PKS tidak dapat sepihak meminta Anies maju di pilpres. Ia berkata, pencapresan Anies harus mendapat kesepakatan dari mitra koalisi.
Selain dengan Gerindra, Mardani mengaku pembahasan pencapresan Anies dan sejumlah tokoh untuk diusung di Pilpres 2019 akan melibatkan PAN hingga Demokrat yang saat ini semakin berpeluang menjalin koalisi.
"Karena ini belum ada keputusan apapun ada kansnya," ujarnya.
Di sisi lain, Mardani tidak mengelak Anies seharusnya menyelesaikan tugasnya lebih dulu sebagai Gubernur DKI ketimbang menjadi capres atau cawapres di Pilpres 2019. Sebab ia menyebut Anies terlalu dini melepas jabatan tersebut.
"Tetapi di politik ini bukan hitungan matematis ketika ternyata gotak-gatuk hasil ada siapa pemenangnya, ada nama beliau (Anies) muncul pasti ini ada pertimbangan banyak pihak," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden PKS Sohibul Iman menilai Anies lebih relevan menjadi capres apabila ingin diusung di Pilpres 2019.
"Kalau kemudian Anies dimajukan ke tingkat nasional sekadar cawapres, saya kira tidak equal ya antara yang diperjuangkan terus dapatnya cawapres, lebih baik ke capres saja. Begitu logikanya," ujar Sohibul di Gedung Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKS.
(osc/gil)