Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar
Airlangga Hartarto meminta salah satu kadernya,
Ali Mochtar Ngabalin, memutuskan pilihan sebelum pemilihan umum 2019. Dia meminta Ngabalin meninggalkan jabatan sebagai anggota dewan komisaris PT Angkasa Pura I (Persero), jika ingin maju sebagai calon anggota legislatif.
"Kami sedang menanyakan kepada yang bersangkutan. Apabila beliau ingin (jadi caleg), atau Pak Ngabalin tetap ingin menjadi komisaris maka tentu pencalonannya akan ada konsekuensinya," ujar Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (20/7).
Airlangga menyatakan permintaan itu bukan sekadar ultimatum. Dia meminta Ngabalin menentukan sikap, sebelum Komisi Pemilihan Umum (KPU) merilis Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota Legislatif dalam Pemilu 2019.
Menurut Airlangga, sejauh ini Ngabalin sudah mendaftarkan diri sebagai bakal caleg dari daerah pemilihan Sulawesi Tenggara. Jika nantinya Ngabalin memilih tetap mempertahankan posisi sebagai komisaris AP I, maka Golkar siap menggantinya dengan kader lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tentu kami siapkan penggantinya," kata Airlangga.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatakan susunan komisaris PT Angkasa Pura I (Persero) berubah. Selain Ngabalin, orang baru yang duduk dalam posisi itu adalah Djoko Sasono dan Tri Budi Satriyo.
Ngabalin diangkat menjadi Anggota Dewan Komisaris menggantikan Selby Nugraha Rahman, yang telah menjabat sebagai Anggota Dewan Komisaris Angkasa Pura I sejak 25 Oktober 2015. Ali merupakan politisi Partai Golkar sekaligus Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Kepresidenan.
Ombudsman Republik Indonesia juga berencana menyelidiki rangkap jabatan Ali Mochtar Ngabalin sebagai Anggota Dewan Komisaris PT Angkasa Pura I (Persero). Komisioner Ombudsman Adrianus Meliala menyatakan sebenarnya tidak boleh ada pejabat negara yang merangkap jabatan.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon juga mengkritik pengangkatan Ngabalin sebagai Anggota Dewan Komisaris PT Angkasa Pura I (Persero). Fadli menilai pemberian jabatan strategis BUMN kepada Ngabalin dan sejumlah tim sukses Jokowi berdampak buruk pada kinerja BUMN. Kerja BUMN disebutnya bisa tidak optimal karena diisi oleh kalangan yang tidak ahli di bidangnya.
(ayp)