KPK Tegaskan Berwenang Tindak Kepala Lapas Sukamiskin

Joko Panji Sasongko | CNN Indonesia
Senin, 23 Jul 2018 23:25 WIB
Wakil Ketua KPK Laode Syarief mengatakan Kalapas Sukamiskin merupakan pejabat negara sesuai UU Nomor 12/1995 tentang Pemasyarakatan.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan tersangka suap Kalapas Sukamiskin Wahid Husen merupakan penyelenggara negara sehingga KPK berwenang untuk menindak Husen.

KPK menangkap Husen terkait jual beli izin keluar Lapas dan fasilitas mewah di dalam sel di Lapas Sukamiskin.

Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief mengatakan Wahid merupakan pejabat fungsional penegak hukum sebagimana ketentuan UU Nomor 12/1995 tentang Pemasyarakatan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi karena dia adalah penegak hukum maka berdasarkan itu KPK tentunya mempunyai kewenangan untuk melakukan itu (penangkapan)," ujar Laode dalam rapat kerja antara Komisi III DPR dengan KPK di Gedung DPR, Jakarta, Senin (23/7).

Laode mengatakan dalam pasal 8 ayat (1) UU Pemasyarakatan menyebut petugas pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) merupakan pejabat fungsional penegak hukum yang melaksanakan tugas di bidang pembinaan, pengamanan, dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan.

Pasal 7 ayat (1) UU Pemasyarakatan menyebut pembinan dan pembimbing WBP diselenggarakan oleh menteri dan dilaksanakan oleh petugas pemasyarakatan.
Lebih lanjut, Laode mengklaim penindakan terhadap Wahid sudah melalui pertimbangan matang. Ia berkata KPK sempat melakukan rapat internal dan menelaah UU Pemasyarakatn sebelum melakukan OTT di Lapas Sukamiskin.

"Kami saja terus terang sudah membahas secara ketat," ujarnya.

Pernyataan Laode itu, sekaligus menjawab pertanyaan anggota Komisi III DPR Arsul Sani mempertanyakan kewenangan KPK dalam menindak Kalapas. Ia menilai Kalapas bukan penyelenggara sesuai UU Penyelenggara Negara.

"Apakah seorang Kalapas termasuk dalam pengertian penyelenggara negara," ujar Arsul.

Meski demikian, Arsul tetap mendukung OTT yang dilakukan KPK terhadap Kalapas Sukamiskin. Ia hanya khawatir KPK akan kalah dalam praperadilan jika Kalapas bukan bagian dari penyelenggara negara.

Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan sudah melakukan kajian atas tata kelola Lembaga Pemasyarakan di Indonesi. Hal itu menaggapi pertanyaan anggota Komisi III DPR Arsul Sani soal peta permasalahan Lapas.

Laode juga mengatakan KPK telah menemukan sejumlah permasalahan serius dan telah memberikan rekomendasi terkait tata kelola Lapas kepada pihak terkait.

"KPK pernah melakukan kajian sejak tahun 2008 tentang Lapas. Temuan dan rekomendasinya belum dijalankan secara utuh," ujar Laode.

Laode membeberkan beberapa masalah yang ditemukan dalam kajian KPK. Pertama, Direktorat Jenderal Pemasyarakat Kemenkumham tidak memiliki kode etik yang ketat terhadap jajarannya di Lapas.
Kedua, KPK menilai Ditjen PAS Kemkumham masih rendah dalam hal keterbukaan informasi, pemberian asimilasi, bebas bersyarat, penggunaan IT, dan pelayanan masyarakat.

Selain itu, KPK menilai masalah di Lapas disebabkan oleh kurangnya jumlah petugas dan kelebihan kapasitas. KPK mencatat kelebihan lapas di Indonesia mencapai 250 persen.

Tak hanya itu, Laode juga menyebut tidak adanya pengawas internal Ditjen PAS terhadap Lapas juga menjadi penyebeb masalah di Laspas.

"Dan ini yang paling penting adanya dualisme pengurus Lapas," ujarnya.

Terkait dualisme pengurus Lapas, Laode menerangkan Ditjen PAS bukan dikuasai oleh Direktur Jenderal PAS, melainkan oleh Sekjen Kemkumham.

Ia berkata Sekjen berkuasa atas tata kelola pegawai di lingkungan Ditjen PAS.

"Makanya pernah Dirjen sebelumnya mengundurkan diri. Ibu Dirjen hanya ngomong tentang teknik saja. Tapi orangnya diatur oleh Sekjennya. Jadi ini perlu diperhatikan," ujar Laode.

Selain faktor kekuasaan, Laode menyebut kajian KPK menyimpulkan penyebab lain timbulnya masalah di lapas akibat hak-hak narapidana tidak terpenuhi. Hal itu, kata Laode, terjadi salah satunya karena kelebihan kapasitas.

Lebih dari itu, Laode menyebut Lapas di Indonesia belum memenuhi stadar internasional yang mewajibkan pengawasan Lapas harus dilakukan di dalam dan di luar.

"Di Lapas yang ada sekarang yang internalnya saja on off, apalagi yang di luar," ujarnya.
(ugo)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER