Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arif Poyuono angkat suara terkait
dokumen National Security Archive (NSA) soal perintah penculikan aktivis pada 1998 yang menyeret nama Ketua Umum Gerindra
Prabowo Subianto.
Arif menyebut bahwa isi dokumen itu tidak benar atau hoaks. Sebab dia mengklaim sumber dokumen itu juga bukan dari NSA langsung.
"Sebuah dokumen hoaks, apalagi sumbernya bukan dari NSA langsung," tulis Arif dalam siaran pers yang diterima
CNNIndonesia.com, Kamis (26/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tersebarnya informasi itu dianggap Arif sebagai babak awal pertempuran menjelang
Pilpres 2019. Dia bahkan menuding penyebaran informasi yang dia sebut sebagai hoaks itu merupakan gambaran ketakutan dari para pendukung Joko Widodo yang tak mau lengser dari jabatannya sebagai presiden.
"Saya sebut ini sebuah pertempuran jelang pilpres. Sebagai bentuk ketakutan lengsernya Joko Widodo dalam Pilpres 2019 nanti," katanya.
 Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arif Poyuono. (CNN Indonesia/Galih Gumelar) |
Meski begitu dia yakin isu-isu miring yang menimpa Prabowo sudah tak mempan lagi untuk menggoyang elektabilitas eks Komandan Jenderal Kopassus itu.
Masyarakat kata dia, sudah tak bisa lagi dikangkangi oleh isu hoaks karena yang dibutuhkan saat ini adalah kesejahteraan dan ekonomi yang seimbang.
"Sudah enggak mempan lagi. Pikiran masyarakat ini sudah merasakan pemerintahan Joko Widodo yang makin membuat ekonomi susah," kata dia.
Terkait dokumen NSA, dia pun memastikan sudah mengetahui siapa penyebar isu hoax tersebut. Kata Arif informasi tersebut dia dapatkan langsung dari kawannya yang kini tinggal di Amerika Serikat.
"Kentara sekali sebuah pesan untuk mendzolimi Prabowo. Saya sudah tahu siapa penyebar dan dibayar berapa untuk menggelembungkan isu ini," kata dia.
"Saya sudah dapat infonya langsung dari kawan Amerika Serikat yang selalu komunikasi dengan saya," ujar Arif.
(osc/gil)