Jakarta, CNN Indonesia --
Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-U) menyatakan tidak akan mendukung langkah Wakil Presiden
Jusuf Kalla untuk kembali maju sebagai calon wakil presiden di periode selanjutnya. Mereka mempersoalkan kinerja Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia di masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang dianggap menurun.
"Kalau saat ini pak JK tak ada perannya dan kinerja tak maksimal sebagai wapres," kata Ketua Umum GNPF Ulama Yusuf Muhammad Martak, di Hotel Menara Penisula, Jakarta, Sabtu (28/7).
Yusuf juga tidak mendukung ambisi JK yang mau menjadi pihak terkait, dalam gugatan terhadap masa jabatan presiden dan wakil presiden yang diajukan Partai Perindo di Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut dia hal itu sama saja menghalangi peluang kalangan muda dalam kancah politik nasional.
"Sudahlah, Pak JK sudah cukup [untuk maju kembali sebagai cawapres]" ujar Yusuf.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yusuf menyatakan pihaknya memiliki berbagai pertimbangan untuk tak mendukung JK meski Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) itu memiliki kedekatan dengan kelompok Islam. Menurut dia JK seharusnya dapat memberikan kesempatan dan melakukan regenerasi politik bagi kalangan yang lebih muda untuk memimpin Indonesia selanjutnya.
"Berilah kesempatan bagi yang lebih muda yang diberikan kemampuan," kata Yusuf.
Ia justru memuji kinerja JK sebagai wapres saat mendampingi SBY di periode masa jabatan 2004-2009 lalu ketimbang saat ini.
"Karena waktu Pak JK berpasangan dengan pak SBY itu kami sangat banyak menaruh respek," katanya.
Sebelumnya, Partai Perindo menggugat pasal 169 huruf n UU 7/2017 tentang pemilu yang mengatur soal pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden.
Pasal tersebut menyatakan, persyaratan menjadi calon Presiden dan Wakil Presiden adalah: (n) belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.
Dengan demikian, seseorang yang pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden sebanyak dua kali maka tidak boleh diajukan kembali setelahnya. Namun, Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Ahmad Rofiq menilai pasal tersebut multi tafsir. Secara spesifik pada soal "dua kali" karena bisa dimaknai secara berturut-turut atau tidak berturut-turut.
Oleh karena itu, sedianya perlu diuji di MK agar tidak menimbulkan ketidakpastian hukum. JK dalam perkara ini pun sudah menyatakan menjadi pihak terkait.
(ayp)