Jakarta, CNN Indonesia -- Polemik soal keputusan Polri menembak mati sejumlah orang dianggap sebagai penjahat sampai saat ini terus bergulir. Lembaga pengawas pelayanan publik
Ombudsman Republik Indonesia kecewa kepada
Polda Metro Jaya karena dokumen yang mereka minta untuk membuktikan tindakan justru tidak bisa diperlihatkan.
"Kami kecewa dengan mereka," kata Komisioner Ombdusman Adrianus Meliala, di kantor Ombudsman, Jakarta Selatan, Rabu (1/8).
Adrianus hari ini memang menjadwalkan pertemuan dengan jajaran Polda Metro Jaya, buat membahas persoalan penembakan yang diduga berada di luar proses hukum itu. Sayangnya menurut dia Polda Metro Jaya tidak bisa memberikan jawaban konkret soal penembakan sejumlah orang di Jakarta dengan dalih bentuk pengamanan Asian Games 2018.
Adrianus mencecar jajaran Polda Metro Jaya yang datang, mulai dari siapa saja terduga pelaku yang dilumpuhkan dan ditembak mati, siapa petugas yang menindak, bukti surat perintah, berita acara penembakan, hasil visum dari rumah sakit, hingga berita acara pelepasan dari polisi ke keluarga terduga pelaku.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hanya saja tak satu pun jawaban tertulis diterima Adrianus dalam pertemuan itu. Padahal menurut Adrianus, kepolisian sudah berjanji bakal menyerahkan jawaban lengkap sejak undangan diberikan ke mereka pada 27 Juli lalu.
"Katanya sudah siap, kok malah nama pun tak bisa diberikan kepada kami. Jadi di mana siapnya?" keluh Adrianus.
Ombudsman memang memiliki fungsi mengawasi pelayanan publik oleh penyelenggara negara maupun pemerintah dari segi administrasi tak terkecuali dengan kepolisian. Adrianus mengatakan polisi selalu memberikan jawaban yang lengkap ketika dimintai keterangan terkait suatu kebijakannya. Namun kali ini berbeda.
Kejanggalan tersebut membuat Ombdusman curiga ada sesuatu yang disembunyikan oleh polisi dalam dugaan pembunuhan di luar hukum ini yang kerap berembus dalam operasi pengamanan Asian Games 2018.
"Jangan-jangan benar dugaan memang terjadi
extrajudicial killing kata beberapa LSM, bahwa penembakan itu terlalu pagi, di luar prosedur," imbuh Adrianus.
Polda Metro Jaya menyatakan dari Operasi Kewilayahan Mandiri untuk mengamankan Asian Games 2018 di Jakarta selama 3 sampai 12 Juli, mereka menembak 52 orang pelaku kejahatan jalanan. Sebelas di antaranya meninggal. Operasi ini menimbulkan tanda tanya terutama dari LBH Jakarta karena diduga penembakan yang terjadi di luar prosedur yang berlaku.
Kepada Ombudsman, perwakilan Polda Metro Jaya beralasan mereka sudah mengikuti prosedur yang ada. Namun Ombudsman menilai hal itu masih klaim sepihak karena polisi belum memberikan bukti dokumen yang dibutuhkan.
"Dia enggak bisa kasih unjuk datanya, jadi seingat dia, dia bilang ini sudah banyak datanya, tapi kan enggak begitu," kata Adrianus.
Perwakilan Polda Metro Jaya yang datang menemui Ombudsman menolak berkomentar. Wadir Krimum Polda Metro Jaya AKB Ade Ary Syam Indardi juga enggan merinci soal tudingan penembakan di luar hukum itu.
"Tanya Kabid Humas saja," kata Ade.
Alhasil Ombdusman menjadwalkan ulang pertemuan dengan Polda Metro Jaya, untuk menelusuri kasus dugaan extrajudicial killing ini pada pekan depan. Mereka berharap memperoleh dokumen administrasi untuk mengonfirmasi dugaan yang ada.
(ayp/gil)