Jakarta, CNN Indonesia -- Pengungsi
gempa bumi di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, mengeluhkan penyaluran bantuan logistik untuk pada korban yang tidak merata.
Anto, warga Desa Sembalun Lawang, Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur mengaku jika bantuan logistik menumpuk di wilayah Sembalun.
"Padahal banyak wilayah lain yang juga terkena dampak lebih parah. Bagaimana dengan yang ada di Sambelia dan Bayan, di sana masih jauh pada kekurangan," kata Anto seperti dilansir
Antara, Jumat (3/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anto sebagai korban yang mengalami kerusakan ringan dengan bekas retakan di beberapa dinding rumahnya itu juga ikut menjadi tim relawan. Dia mengaku membantu menyediakan air dan logistik di wilayah Desa Sajang.
Menurut dia, kebutuhan air bersih untuk masyarakat di Desa Sajang, Kecamatan Sembalun, yang menjadi lokasi cukup parah akibat terkena dampak gempa bumi, masih terbatas.
Hal senada juga turut disampaikan Dedi, warga Desa Sembalun Bumbung, yang menyaksikan bantuan yang disalurkan ke Kecamatan Sembalun sudah lebih dari kata cukup.
"Sembalun jauh lebih makmur, dampaknya tidak begitu parah. Apalagi di sini banyak ladang yang lagi panen, untuk makan, masyarakatnya masih bisa terpenuhi," kata Dedi.
Kecamatan Sambelia, pascagempa bumi berkekuatan 6,4 Skala Richter yang terjadi pada Minggu (29/7) pagi tersebut, memang diberitakan lebih parah dibandingkan yang ada di Kecamatan Sembalun.
 Gempa lombok hancurkan puluhan rumah warga. (CNN Indonesia/Yuliyanna Fauzi) |
Banyak rumah serta sarana umum seperti masjid dan sekolah yang mengalami kerusakan berat. Pasokan logistik yang ada di posko-posko darurat pengungsian setempat, tidak sebanyak seperti yang ada di Kecamatan Sembalun.
"Bantuan yang kita dapat seperti beras mi instan, air mineral, pasokan air bersih, bisa dibilang masih cukup. Tapi tidak sebanyak yang ada di Sembalun," kata Ahda, warga Desa Obel-obel, Kecamatan Sambelia.
Warga takut pulang ke rumahSementara itu, beberapa warga mengaku masih enggan untuk kembali ke rumah karena khawatir terjadi gempa susulan.
"Masih takut kalau kita kembali, kondisi rumah juga sudah hancur. Kalau pun ke rumah paling lihat-lihat saja, mengambil barang-barang yang masih tersisa," ujar Inak Mustakran saat ditemui di lokasi pengungsian di Desa Sembalun Bumbung, Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok.
Untuk tempat tinggal dan berteduh dari teriknya matahari dan dinginnya malam, Inak Mustakran dan keluarga bersama tetangganya mendirikan tenda-tenda darurat yang terbuat dari terpal dan bambu sebagai tiang penyangganya, tidak jauh dari rumahnya.
Sedangkan, untuk memenuhi kebutuhan makan, minum sehari-hari, Inak Mustakran dan keluarga hanya bergantung kepada bantuan yang disalurkan melalui pihak desa setempat dan sejumlah donatur yang memberikan secara langsung.
Hanya saja, yang masih kurang saat ini di lokasi pengungsian, menurut Inak, adalah perlengkapan bayi seperti popok (pempers) dan obat-obatan.
 Evakuasi pendaki Rinjani usai gempa Lombok. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay) |
Keengganan warga untuk kembali ke rumah ini juga dibenarkan Kepala Desa Sembalun Bumbung, Sunardi. Ia mengakui, jika saat ini warganya masih merasa trauma akibat gempa dan adanya gempa susulan hingga pagi tadi, walau tidak berskala besar.
"Takut semua kalau kembali rumah. Lebih baik mereka tidur di pengungsian daripada balik ke rumah," katanya.
Menurut Sunardi, pihaknya tidak tahu harus sampai kapan warganya akan bertahan di posko-posko pengungsian. Pasalnya, sebagian besar warganya menjadi korban bencana gempa.
"Jumlah pengungsi di desa ini saja ada 8.426 jiwa dan rumah rusak, baik berat dan ringan ada puluhan. Melihat ini kita juga tidak tahu, warga bertahan di tenda-tenda pengungsian," kata Sunardi.
(dal/sur)