Publik Rentan Adukan 'Hate Speech', Polisi Dituntut Selektif

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Rabu, 18 Apr 2018 07:05 WIB
Kepolisian dituntut selektif dan merespons persoalan secara berimbang soal pelaporan dugaan ujaran kebencian dan penodaan agama yang rentan diadukan publik.
Cyber Indonesia melaporkan Ketua Majelis Kehormatan PAN Amien Rais ke Polda Metro Jaya, Jakarta, 15 April 2018. Pelaporan kasus ujaran kebencian dan penodaan agama dinilai terlalu mudah. (CNN Indonesia/Hesti Rika)
Jakarta, CNN Indonesia -- Masyarakat terkesan enteng melaporkan dugaan ujaran kebencian dan penodaan agama ke polisi belakangan ini. Laporan itu belum pasti disertai bukti kuat. Kepolisian dalam hal ini dituntut selektif dan merespons persoalan secara berimbang.

Sebut saja kasus puisi Ibu Indonesia milik putri proklamator, Sukmawati Soekarnoputri. Setidaknya sudah ada 14 laporan yang masuk ke kepolisian.

Laporan itu mayoritas menyebut Pasal 156 dan Pasal 156 huruf a Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penodaan Agama dan Pasal 16 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, ada laporan terhadap akademisi Rocky Gerung juga dilaporkan ke polisi atas pernyataannya yang menyebut 'kitab suci adalah fiksi'. Serupa dengan Sukmawati, Rocky juga dianggap melanggar pasal penodaan agama. Salah satu pelapornya adalah Ketua Cyber Indonesia Permadi Arya alias Abu Janda.

Belum lama ini, Ketua Penasihat Persaudaraan Alumni 212 Amien Rais juga dilaporkan sejumlah pihak karena istilah "partai Allah" dan "partai setan" saat memberikan ceramah subuh.

Massa demonstran menuntut Sukmawati Soekarnoputri diadili terkait puisi 'Ibu Indonesia', di Jakarta, Jumat (6/4).Massa demonstran menuntut Sukmawati Soekarnoputri diadili terkait puisi 'Ibu Indonesia', di Jakarta, Jumat (6/4). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Pakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chaerul Huda menyoroti sejumlah persoalan dalam penanganan laporan kasus ujaran kebencian dan penodaan agama itu.

Pertama, proses seleksi laporan di kepolisian yang masih minim. Sehingga membuat laporan sejenis membanjir.

"Karena proses hukum yang juga terlalu mudah oleh kepolisian, maka banyak laporan-laporan masuk seperti ini," ujar Chaerul kepada CNNIndonesia.com.

Kedua, ia juga menilai pejabat kepolisian terlalu mudah memberi keterangan pada publik melalui media tentang laporan yang masuk.

"Belum apa-apa sudah buat statement kalau laporan akan ditindaklanjuti. Padahal akan diproses atau tidak itu sangat tergantung hasil pemeriksaan," katanya.

Keterangan tersebut, lanjutnya, bahkan kerap kali berbeda antara satu kasus dengan kasus lain yang masih berada di tahap pelaporan. Kondisi tersebut dikhawatirkan menimbulkan kegaduhan dan perlakuan tak adil pada sejumlah pihak.

Misal, respons kepolisian terhadap laporan Sukmawati dan Rocky. Pada kasus Sukmawati, kata Chaerul, kepolisian mengatakan akan mengedepankan mediasi antara pelapor dengan Sukmawati. Sementara, pada kasus Rocky kepolisian memastikan akan menindaklanjuti laporan tersebut.

"Polisi harusnya kasih jawaban normatif. Kalau ditanya tidak perlu timbulkan kesan kasus ini diproses cepat, yang itu didamaikan. Prinsipnya kan hukum pasti bekerja, tapi tidak perlu tahu teknisnya seperti apa," tuturnya.

Ketiga, kata Chaerul, pelapor kerap tak memiliki kepentingan langsung dengan pihak yang dilaporkan. Dalam sejumlah kasus, pelapor justru berasal dari pihak luar yang mengaku dirugikan.

Ketua Majelis Kehormatan PAN sekaligus mantan Ketua MPR Amien Rais, di Jakarta, beberapa waktu lalu.Ketua Majelis Kehormatan PAN sekaligus mantan Ketua MPR Amien Rais, di Jakarta, beberapa waktu lalu. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

"Yang melaporkan itu lebih sering yang tidak punya urusan. Misal, Abu Janda laporkan Rocky. Urusannya apa? Ini menunjukkan situasi kurang sehat dalam proses penegakan hukum di Indonesia," cetusnya.

Kendati demikian, Chaerul mengakui tiap orang memiliki hak untuk melapor ke penegak hukum. Hanya saja, tiap laporan itu harus dinilai terlebih dulu kepantasannya untuk ditindaklanjuti.

"Kasus Amien Rais, misalnya, harus dinilai kontennya apakah masuk pencemaran atau kebencian atau seperti apa," ucap dia.

Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra meminta semua pihak untuk tidak mudah melaporkan pihak lain dengan Pasal 28 UU ITE tentang ujaran kebencian bernada SARA.

"Jangan sedikit-sedikit lapor, sedikit-sedikit Pasal 28 UU ITE. Lama-lama Pasal 28 ini menggantikan UU Subversif. Ya saya kira di era demokrasi seperti ini kita harus melihat masalah dengan jernih. Itu lebih baik," kata dia.

Ia mencontohkannya dengan kasus 'partai setan' dan 'partai Allah'. Menurutnya, kasus itu tak perlu dibawa ke ranah hukum.

"Tidak perlu terlalu dianggap serius soal istilah yang digunakan itu. Beliau tidak spesifik menyebutkan partai-partai tertentu, kan?" dalihnya.

Menurut dia, bagi pihak-pihak yang merasa tersinggung dengan tuduhan "partai setan" sebaiknya mereka cukup memberikan pernyataan yang membantah tuduhan Amien tersebut.

(arh/gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER