Jakarta, CNN Indonesia -- Perdebatan antara Ketua MPR RI
Zulkifli Hasan dengan Menteri Keuangan
Sri Mulyani mengenai utang pemerintah bermula sejak pidato kenegaraan pada 16 Agustus 2018 lalu. Kala itu, pria yang akrab disapa Zulhas tersebut mengkritik pembayaran
utang pemerintah yang dianggap terus membengkak.
Zulhas dalam pidatonya itu menyebut pemerintah perlu berhati-hati mengelola utang. Alasannya adalah pembayaran pokok utang pemerintah yang jatuh tempo pada 2018 berjumlah Rp400 triliun.
Jumlah ini menurutnya tak wajar karena tujuh kali lebih besar dari dana desa dan enam kali lebih besar dari anggaran kesehatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sri Mulyani tak tinggal diam mendapat kritik tersebut. Melalui akun Facebook miliknya pada Senin (20/8), mantan Direktur Bank Dunia tersebut panjang lebar membela pemerintah dari tudingan Zulhas.
Sri Mulyani menyebut 44 persen dari pembayaran pokok utang pada 2018 yang jumlahnya Rp396 triliun berasal dari kebijakan pemerintah sebelum 2015.
"Pokok utang 2018 itu dihitung dari akhir Desember 2017, 44 persen dari total itu berasal dari utang periode sebelum 2015 (sebelum Presiden Jokowi). Ketua MPR (Majelis Permusyawarahan Rakyat) saat ini adalah bagian dari kabinet saat itu," sebut Sri Mulyani dalam pernyataan resminya di laman Facebook.
Sri Mulyani juga mengkritik Zulhas yang saat bergabung dengan pemerintahan tak pernah membandingkan pembayaran pokok utang dengan anggaran kesehatan dan dana desa. Padahal, datanya menurut Sri Mulyani tak jauh lebih baik dibanding saat ini.
Jumlah pembayaran pokok utang Indonesia pada 2009 adalah Rp117,1 triliun, sedangkan anggaran kesehatan adalah Rp25,6 triliun. Jadi, perbandingan pembayaran pokok utang dan anggaran kesehatan adalah 4,57 kali lipat.
Rasio ini sebenarnya turun karena perbandingan pembayaran pokok utang 2018 sebesar Rp396 triliun sekitar 3,68 kali dibanding dengan anggaran kesehatan yang sebesar Rp107,4 triliun.
"Mengapa pada saat Ketua MPR ada di kabinet dulu tidak pernah menyampaikan kekhawatiran kewajaran perbandingan pembayaran pokok utang dengan anggaran kesehatan, padahal rasionya lebih tinggi dari sekarang? Jadi ukuran kewajaran yang disebut Ketua MPR sebenarnya apa?" tanya Sri Mulyani.
Ia pun lantas menuding pidato Zulhas itu bermuatan politis dan bertujuan menyesatkan orang.
Tak lama kemudian di hari yang sama, Zulhas menyerang balik poin-poin pembelaan Sri Mulyani. Soal anggapan politis, Zulhas berdalih ucapannya sudah sesuai karena kritiknya itu ia lontarkan di Gedung MPR yang merupakan lembaga politik negara.
"Ini MPR DPR lembaga politik bukan lembaga sosial, jadi ngomong politik ya (memang) tempatnya," ujar pria yang akrab disapa Zulhas di kompleks parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (20/8).
Zulhas juga tidak berkenan dengan sikap Sri Mulyani yang menyalahkan pemerintah sebelumnya dalam kasus ini. Menurutnya sudah jadi kewajiban pemerintah mana pun untuk menyelesaikan masalah yang diemban negara.
"Jadi Menteri Keuangan yang menyesatkan," tukas Zulhas.
Beberapa hari isu ini redup, Zulhas kembali melancarkan serangan ke Sri Mulyani lewat kicauan di akun Twitter miliknya pada Kamis (23/8) ini. Kali ini ia menekankan keterlibatan Sri Mulyani dalam kebijakan pemerintahan sebelumnya yang juga tergabung sebagai Menteri Keuangan.
"Ibu Sri Mulyani juga selalu mengungkit bahwa utang adalah warisan masa lalu, khususnya ketika saya menjabat Menteri Kehutanan periode Pak SBY," kata Zulhas di akun
Twitter
-nya, ZUL_Hasan.
(agi)