Pilpres 2019 dan Upaya Menggaet Swing Voters

Abi Sarwanto | CNN Indonesia
Rabu, 29 Agu 2018 08:55 WIB
Massa fanatik pendukung Jokowi maupun Prabowo diyakini tak jauh berbeda dengan Pilpres 2014 silam. Lumbung swing voters jadi pertaruhan di Pilpres 2019.
Pertarungan antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto di Pilpres 2019 nanti diyakini bakal ditentukan oleh kemampuan menjaring swing voters dan pemilihan isu. (CNN Indonesia/Christie Stefanie)
Jakarta, CNN Indonesia -- Joko Widodo dan Prabowo Subianto kembali bertarung di Pilpres 2019. Massa fanatik yang dimiliki kedua tokoh itu membuat pertarungan di Pilpres 2019 diyakini tak akan jauh berbeda dengan Pilpres 2014 silam.

Hal ini setidaknya tecermin dalam survei terbaru lembaga Alvara Research Center yang menunjukkan Jokowi-Ma'ruf Amin memiliki elektabilitas 53,6 persen dan Prabowo-Sandiaga Uno 35,2 persen.

Perolehan itu diprediksi berasal dari pendukung loyal yang telah memastikan pilihannya kepada masing-masing pasangan calon. Survei dengan jumlah responden 1.500 orang, margin of error 2,53 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen ini juga mencatat 11,2 persen responden belum menentukan pilihan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jika berkaca dari perolehan suara Pilpres 2014, Jokowi yang berpasangan dengan Jusuf Kalla saat itu meraih 53,15 persen suara atau unggul atas Prabowo-Hatta Rajasa yang mendapat 46,85 persen suara.

Kemenangan Jokowi-JK tersebut tak lepas dari keberhasilan menggaet swing voters lantaran sebelum Pilpres 2014, sejumlah lembaga survei memprediksi massa mengambang ada di kisaran 40 persen. 

Bedanya, bila merujuk survei Alvara, Pilpres 2019 nanti hanya di kisaran belasan persen. Jumlah ini ditambah oleh potensi beralihnya dukungan dari 40 persen pendukung Jokowi.

Hasanuddin menyebut soal potensi peralihan dukungan di kubu pendukung Jokowi lantaran secara soliditas, kelompok ini lebih lemah dari para pendukung Prabowo.

Alvara tak menanyakan lebih lanjut alasan kemungkinan perpindahan dukungan dari pendukung Jokowi, namun peneliti Alvara Hasanudin Ali meyakini kondisi ekonomi sangat mempengaruhi para pemilih tersebut.

"Tetapi ada peluang dari sisi soliditas pemilih, dimana 40 persen itu pendukung Jokowi-Ma'ruf masih berpotensi pindah ke Prabowo," ujar dia menambahkan.

Sementara itu pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Mada Sukmajati memprediksi swing voters baru akan menentukan pilihan pada menit-menit akhir.

Pilihan swing voters kata dia sangat dipengaruhi strategi pemenangan tim sukses kedua pasangan calon.

"Bisa jadi kalau keadaan seperti ini terus, tidak ada strategi yang jitu dari masing-masing timses, swing voters akan terus bertambah dan kemungkinan besar mereka akan menentukan pilihannya last minute," kata Mada saat dihubungi, Selasa (28/8).

Strategi pemenangan itu termasuk pilihan isu. Mada berpendapat isu politik identitas tidak dapat membantu swing voters menentukan pilihan. Sebab, kata Mada, swing voters merupakan para pemilih yang apolitis. Selain itu, mereka juga merupakan pendukung kedua bakal calon presiden yang dikecewakan atas pilihan bakal calon wakil presiden masing-masing.

"Apakah isu yang akan mereka gunakan apakah kembali politik identitas atau mereka mencoba keluar dari isu itu dan mengambil isu yang programatik. Saya kira akan ditentukan itu," kata dia.

Dari sisi kelas, lanjut Mada, kelas atas dan menengah lebih banyak swing voters akibat pemilihan sosok cawapresnya. Berbeda halnya dengan kalangan akar rumput yang memiliki preferensi berdasarkan ketokohan bakal calon presidennya.

"Kelompok pemilih ragu-ragu banyak di kelas menengah," ujarnya.

Sedangkan dari sisi usia, Mada menerangkan kelompok pemilih muda atau pemula akan mendominasi swing voters. Untuk kelompok usia tua atau setengah tua, menurutnya, kecenderungan pilihan sudah dapat diprediksi.

"Kalau kalangan muda mereka lebih rasional dan mereka banyak belajar dari pemilu-pemilu sebelumnya," kata dia. (wis/gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER