Jakarta, CNN Indonesia -- Hakim ad hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Merry Purba merasa bingung disebut menerima suap sebesar Sin$280 ribu dari Direktur PT Erni Putra Terari, Tamin Sukardi selaku terdakwa korupsi.
Hal tersebut disampaikan Merry saat digiring petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke dalam mobil tahanan.
"Saya enggak tahu, makanya saya bingung, sampai sekarang ini masih bingung," kata Merry yang telah mengenakan seragam tahanan berwarna oranye, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (29/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Merry mengklaim tak pernah menerima uang dari Tamin agar memberikan vonis rendah dalam perkara korupsi penjualan tanah yang masih berstatus aset negara. Ia menyebut tak tahu menahu soal pemberian uang tersebut.
Saat disinggung, apakah hakim lain yang menangani perkara korupsi Tamin turut menerima uang, Merry mengaku tak tahu. Ia kembali berdalih tak menerima uang tersebut dan masih bingung atas kasus yang menjeratnya.
"Ya saya enggak tahu, saya enggak ngerti penerimaan uang," ujarnya.
Merry mengatakan dirinya memang menjadi salah satu anggota majelis hakim yang menangani perkara Tamin di Pengadilan Tipikor pada PN Medan. Namun, ia membantah pernah bertemu dan menerima uang dari Tamin agar memberikan vonis ringan.
"Enggak kenal, waktu perkara saja, waktu sidang saja (bertemu)," ujar Merry.
Ditahan di Rutan KPKSementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan Merry ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK. Menurut Febri, untuk kepentingan penyidikan kasus dugaan suap pengurusan perkara, Merry ditahan untuk 20 hari pertama.
"MP ditahan 20 hari pertama di Rutan Cab KPK di belakang gedung merah putih KPK," kata Febri.
Dalam kasus ini, Merry diduga menerima suap sebesar Sin$280 ribu dari Tamin selaku terdakwa korupsi penjualan tanah yang masih berstatus aset negara. Uang yang diberikan kepada Merry diduga untuk mempengaruhi putusan majelis hakim pada perkara yang menjerat Tamin.
Merry adalah salah satu anggota majelis hakim yang menangani perkara Tamin. Sementara ketua majelis hakim perkara tasmin adalah Wakil Ketua PN Medan Wahyu Prasetyo Wibowo. Dalam putusan yang dibacakan pada 27 Agustus 2018, Mery menyatakan dissenting opinion.
Tamin divonis 6 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp132 miliar. Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 10 tahun pidana penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp132 miliar.
Selain Merry, lembaga antirasuah itu juga menetapkan Tamin, panitera pengganti PN Medan Helpandi, dan Hadi Setiawan selaku orang kepercayaan Tamin, sebagai tersangka.
(ugo)