Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah nama tokoh muda nonpartai politik mencuat di bursa pemilihan Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) pasangan bakal calon presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin.
Beberapa nama yang sudah mencuat ke publik digadang bakal menjadi ketua tim itu beberapa di antaranya adalah Najwa Shihab (40), Erick Thohir (48), dan Wishnutama (42). Mereka bisa menjadi jalan Jokowi-Ma'ruf menggaet kaum milenial dan kelas menengah dalam Pilpres 2019.
Pengamat Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menilai Tim Kampanye Jokowi Ma'aruf memang membutuhkan sosok muda untuk menggaet suara pemilih pemula dan milenial yang jumlahnya diperkirakan mencapai 30 persen suara nasional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya itu penting karena bakal paslon Jokowi-Ma'aruf terkesan tua di mata para pemilih. Dari segi usia, Jokowi saat ini telah berumur 57 tahun sementara Ma'ruf 75 tahun.
"Yang dilakukan kubunya Jokowi adalah untuk melengkapi kekosongan citra yang tidak ada di dalam pasangan Jokowi Ma'aruf karena pasangan Jokowi itu terkesan tua kan," jelas Ubedilah kepada
CNNIndonesia.com, Kamis (30/8).
 Erick Thohir. (CNN Indonesia/Mesha Mediani) |
Oleh sebab itu kubu Jokowi membutuhkan sosok muda untuk mengisi posisi ketua Tim Kampanye Nasional. Selain itu, sambung Ubedilah, tiga nama yang muncul pun cukup populer di kalangan muda Indonesia.
Kubu Jokowi-Ma'aruf berharap dengan upaya itu dapat mendulang suara yang signifikan dari kaum muda. Selain itu, karena notabene anak muda pun aktif di media sosial, mereka dapat menjadi juru kampanye gratis.
"Mereka bisa menjadi alat yang bisa mengkampanyekan pilihannya jadi cukup strategis anak muda ini. Anak muda segmennya lumayan besar kemudian anak yang kreatif karena potensi itulah mereka sasar dengan harapan dengan mereka tertarik itu bisa menjadikan juru kampanye gratis," terangnya.
Kendati begitu, pemilihan sosok muda sebagai ketua tim kampanye nasional tidak serta merta menghilangkan citra tua di pasangan Jokowi-Ma'aruf. Pasalnya ketua tim kampanye ini tidak merepresentasikan secara utuh citra dari pasangan calon ini. Para paslon lah yang menumbuhkan citranya mereka sendiri.
Sementara itu, peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai pasangan Jokowi-Ma'aruf sudah cukup seimbang. Bagi Siti, Jokowi sudah mewakili sosok anak muda milenial sementara Ma'aruf mewakili sosok Islam dan pemilih senior.
"Pak Jokowi merepresentasikan kaum milenial apa yang enggak bisa dia? mau sepeda motor, mau loncat-loncat, mau apa gitu jadi sudah
more than enough. Itu Pak Jokowi sudah
more than millenial," ujarnya.
Menurut Siti sosok muda dalam hal ini Erick, Najwa, dan Wishnutama tidak diperlukan karena komposisi kubu Jokowi secara citra sudah cukup seimbang. Malah, menurutnya, sosok-sosok muda itu bisa menjadi batu sandungan bagi kubu Jokowi.
Siti menilai untuk menjaring suara anak muda sosok Erick, Najwa, dan Wishnutama memang cukup efektif. Pasalnya mereka adalah tokoh-tokoh yang cukup populer di kalangan milenial.
Sebut saja Najwa dengan kemampuannya sebagai jurnalis menelanjangi narasumbernya, kemudian keberhasilan Wishnutama dengan stasiun televisinya dan Erick Thohir dengan Asian Games-nya.
 Najwa Shihab. (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
Hanya saja hal tersebut tidak cukup menjadi modal sebagai Ketua Tim Kampanye Nasional. Menurut Siti selain menjadi penjaring suara, kapabilitas manajerial seorang Ketua Tim Kampanye Nasional juga sangat diperlukan.
"Menurut saya terkenal saja tidak cukup terkenal bukan prasyaratnya, dikenal bole lah dikenal kompetensinya terkait politik, demokrasi," ujar Siti.
Siti menjabarkan Ketua Tim Kampanye Nasional memiliki sederet tugas yang harus diemban untuk memenangkan pasangan calon yang didukungnya. Ketua Tim pemenangan harus mampu mengelola tim dengan skala nasional.
Untuk memenangkan pemilu dan pilpres, ketua tim kampanye harus memiliki sebuah peta jalan dengan membagi tugas para anggotanya agar tepat sasaran.
Seorang ketua tim kampanye nasional pun tidak boleh bermasalah dalam hal komunikasi dengan segala macam basis kekuatan. Dia, kata Siti, harus bisa melakukan lobi mulai dari tataran elite politik, pengusaha, hingga kalangan akar rumput.
"Kompetensi bukan sekedar popularitas. Dia yang mengelola siapa melakukan apa otaknya sudah ada, tugas tim kampanye berat, populer itu aksesoris aja lah," terangnya.
Merujuk pada kriteria-kriteria tersebut, menurut Siti, nama Najwa, Erick dan Wishnutama belum cukup kapasitas menjadi ketua tim kampanye nasional. Lebih baik, kata Siti mereka ditempatkan sebagai tim sukses atau juru kampanye.
Tapi, bagi Ubed ketiga nama yang muncul itu sudah memiliki kapabilitas yang cukup sebagai Ketua Tim Kampanye Nasional. Ia berpendapat demikian melihat kepada pengalaman, rekam jejak, latar belakang dan popularitas tiga sosok tersebut.
Najwa yang populer dengan program bincang Mata Najwa sempat berada di kursi wakil pemimpin redaksi stasiun televisi berita Metro TV, dan kini membangun dan memimpin platform televisi digital. Menurut Ubed, sebagai jurnalis senior Najwa pun memiliki pengalaman dan akrab dengan para tokoh nasional termasuk para petinggi politik yang tergabung dalam Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf.
 Wishnutama (Dok. Istimewa) |
Sementara itu Erick Thohir secara manajerial terbukti lewat kemampuan memimpin grup perusahaan media yang juga menaungi grup media massa terkait kelompok Islam, Republika. Di kalangan muda, dia pun dikenal karena kiprahnya dalam bidang olahraga yakni lewat kepemilikan klub basket di Amerika Serikat dan klub sepak bola Italia, Internazionale Milan.
Terkini, kiprahnya makin meluas dikenal publik Indonesia hingga akar rumput sebagai Ketua Komite Penyelenggara Asian Games Indonesia 2018 (Inasgoc).
Sedangkan Wishnutama, dia dikenal sebagai pemimpin stasiun televisi yang mengambil segmentasi kelompok milenial yaitu Net TV. Selain itu, seperti Erick, Wishnutama pun dikenal karena kiprahnya mengelola upacara pembukaan Asian Games 2018 yang rapi dan megah.
"Hanya saja catatan kelemahan mereka adalah mereka belum berpengalaman di dunia politik, nanti kemungkinan ada benturan dengan partai politik nanti langkah politik berseberangan dengan bisnis, ketiganya kan berkecimpung di dunia bisnis dan media," kata Ubedilah.
(kid/gil)