Jakarta, CNN Indonesia -- Kepolisian Resor Metro Depok mengirimkan surat permintaan pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap mantan Wali Kota Depok
Nur Mahmudi Ismail dan eks Sekretaris Daerah Kota Depok Harry Prihanto. Langkah itu diambil terkait dengan proses penyidikan perkara dugaan korupsi pelebaran jalan yang disangkakan kepada keduanya.
"Surat permohonan pencegahan telah dikirimkan ke Imigrasi pada Senin tanggal 3 September," ujar Kapolres Metro Depok Kombes Didik Sugiarto melalui pesan singkat kepada
CNNIndonesia.com, Selasa (4/9).
Didik menyatakan Harry akan menjalani pemeriksaan pada Rabu (5/9) besok, sedangkan pemeriksaan terhadap Nur Mahmudi bakal digelar sehari setelahnya. Surat panggilan terhadap keduanya pun telah dikirimkan oleh polisi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nur dan Harry ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan korupsi proyek pembebasan lahan jalan di Depok, Jawa Barat. Berdasarkan hasil penyidikan sementara, nilai kerugian negara dalam perkara itu diperkirakan mencapai sekitar Rp10,7 miliar.
Penetapan tersangka itu dilakukan karena terdapat barang bukti berupa pos beban pembebasan lahan, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Padahal, menurut penyidik anggaran pelebaran jalan sudah dibebankan kepada pengembang yang mendirikan apartemen di Jalan Nangka itu.
Disangka Pasal BerlapisPenyidik Polres Metro Depok menjerat Nur Mahmudi dan Harry Prihanto dengan pasal berlapis. Didik mengatakan keduanya dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantas Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 2 ayat 1 UU Pemberantas Tindak Pidana Korupsi berbunyi setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara dipidana dengan pidana penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun. Selain itu juga ada denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Sementara itu Pasal 3 UU Tipikor berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang. Pasal itu berbunyi setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahkan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau karena kedudukan yang dalat merugikan keuangan negara dapat dipidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat satu tahun dan maksimal 20 tahun.
Ditambah juga dengan denda paling sedikit Rp50 juta dan maksimal Rp1 miliar.
(ayp)