Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menggunakan akal sehat dalam merespons Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018, yang berisi larangan kepada mantan narapidana kasus korupsi mendaftar menjadi calon anggota legislatif (caleg).
Hal ini menanggapi tudingan Fahri yang menduga ada ancaman KPK terkait surat edaran KPU pusat ke KPU daerah perihal penundaan putusan Bawaslu terhadap bakal calon anggota legislatif mantan narapidana korupsi.
"Yang terpenting, akal sehat mestinya dikemukakan dalam merespons hal-hal seperti ini," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi lewat pesan singkat, Selasa (4/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Febri mengatakan bahwa KPU merupakan lembaga independen seperti KPK. Menurut Febri, peraturan yang telah dibaut KPU untuk penyelenggaraan pemilihan legislatif (Pileg) 2019 seharusnya dipatuhi oleh semua pihak.
"Sepanjang belum dibatalkan MA atau dibuat aturan baru, maka aturan tersebut berlaku," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menanggapi santai tudingan Fahri yang menduga KPK mengancam KPU soal larangan eks koruptor nyaleg. Menurut Saut, tudingan Fahri terbilang mengerikan.
Saut mengatakan bahwa KPK digaji bukan untuk mengancam sejumlah pihak. Menurut mantan Staf Ahli Badan Intelijen Negara (BIN), lembaga antirasuah digaji untuk mencegah potensi korupsi dan menindak pelaku yang terbukti melakukan korupsi.
"Alamak ngeri kali. Padahal sebenarnya KPK itu digaji bukan untuk ancam-mengancam loh. Digaji untuk mencegah semua potensi korup dan menindak yang bisa kami buktikan korup loh," ujar Saut dikonfirmasi terpisah.
Fahri Hamzah menduga ada peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam surat edaran KPU pusat ke KPU daerah terkait penundaan atas putusan Bawaslu terhadap bakal calon anggota legislatif mantan narapidana korupsi.
"Jadi KPU dugaan saya diancam KPK, makanya dia takut mesti ikut KPK," kata Fahri di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (3/9).
Menurutnya, terminologi caleg koruptor yang digunakan tidak tepat, karena seseorang mantan narapidana korupsi yang telah selesai menjalankan hukuman sudah kembali menjadi manusia biasa.
"Tolong KPK, KPU, belajar hukum lagi. Belajar hukum yang benar. Yang benar hukumnya Bawaslu, benar itu," katanya.
Fahri mengatakan KPU tidak boleh menambah norma baru dalam Peraturan KPU yang tidak diatur dalam UU Pemilu. Norma pelarangan terhadap eks koruptor pun dituding sebagai bentuk ancaman dari KPK.
"Jadi KPK itu lebih efektif membuat norma hukum daripada lembaga legislatif, karena dia ngancam sana kemari," katanya.
(ugo/gil)