ANALISIS

Safari, Taktik Sandiaga Lebarkan Sayap Demi Elektabilitas

FHR | CNN Indonesia
Kamis, 06 Sep 2018 08:20 WIB
Sandiaga Uno beberapa waktu terakhir gemar kunjungan ke berbagai daerah. Upaya itu bagian dari upayanya melebarkan sayap untuk bisa mendongkrak elektabilitas.
Bakal cawapres Sandiaga Uno. (CNN Indonesia/Dinda Audriene Muthmainah).
Jakarta, CNN Indonesia -- Bakal calon wakil presiden Sandiaga Uno kian aktif menyambangi sejumlah daerah dalam kurun waktu terakhir. Usai resmi menjadi pendamping bakal calon presiden Prabowo Subianto di Pilpres 2019, Sandi gemar kunjungan ke berbagai daerah, mulai dari Lombok, Bogor, Yogyakarta, hingga Riau.

Dalam setiap kunjungannya, mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta itu juga selalu menyempatkan diri bercengkerama dengan warga setempat.

Terakhir Sandi mengunjungi sejumlah tempat di Riau, termasuk tanah kelahirannya, Rumbai. Bahkan Lembaga Adat melayu (LAM) Riau mengadakan acara adat Tepung Tawar kepada Sandi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Langkah ini bukan tanpa alasan. Sebagai bakal capres, Sandi mesti melebarkan sayapnya ke daerah-daerah sebelum kampanye yang dimulai 23 September mendatang. Maklum, selama ini Sandi lebih banyak dikenal di wilayah Jakarta saja.

Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengamini Sandi lebih populer di Jakarta saja karena dia kurang lebih delapan bulan menjabat sebagai Wakil Gubernur. Selain itu Sandi juga dikenal di kalangan pengusaha, namun bukan di masyarakat kalangan menengah dan bawah.

Siti menilai kunjungan Sandi ke berbagai daerah pun tak lepas dari upayanya memperkenalkan diri sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2019.

"Secara nasional bisa saja Sandi sudah cukup populer sebagai pengusaha dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Tapi posisi barunya sebagai cawapres mungkin belum cukup meluas dikenal dan belum mengakar," kata Siti saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (5/9).

Siti melihat, safari Sandi ke berbagai daerah ini juga sebagai bagian dari usahanya mendongkrak elektabilitas. Baik elektabilitas diri maupun elektabilitas Prabowo.

Hal itu wajar, mengingat mengacu pada sejumlah survei, misalnya Lingkaran Survei Indonesia (LSI), elektabilitas Sandi hanya bisa menambah tipis elektabilitas Prabowo.

LSI mensimulasikan elektabilitas Prabowo tanpa pasangan cawapres berada diangka 28,8 persen. Namun setelah dipasangkan dengan Sandi sebagai cawapres, elektabilitas Ketua Umum Gerindra itu meningkat jadi 29,5 persen. Artinya, elektabilitas yang dikontribusikan oleh Sandi tidak lebih dari satu persen.

"Karena itu Sandi menilai penting melakukan tour/visit ke daerah-daerah. Hal ini penting untuk menyosialisasikan diri, memperkenalkan diri dan bisa langsung menyapa calon pemillih," kata Siti.

"Tatap muka yang dilakukan Sandi sejak dini tersebut sangat signifikan dan pengaruhnya juga bisa jadi positif terhadap peningkatan elektabilitasnya," tambah Siti.
Safari, Taktik Sandi Lebarkan Sayap Demi ElektabilitasBakal pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. (CNN Indonesia/Safir Makki).
Manfaatkan Celah Hukum

Pasca kunjungan ke sejumlah daerah, Sandi dituding mencuri start kampanye. Sebab kampanye untuk Pilpres maupun Pileg baru dilakukan 23 September dan baru akan berkahir pada 13 April tahun depan.

Meski dibantah Sandi, namun hal ini tetap menjadi polemik lantaran dia tidak dapat dilepaskan dari statusnya sebagai bakal cawapres.

Mengenai ini Siti menilai apa yang dilakukan Sandi tidak termasuk dalam kategori kampanye. Ada beberapa hal yang menguatkan argumentasi ini.

Pertama, saat ini KPU belum menetapkan calon peserta Pilpres. Dengan kata lain, Sandi saat ini masih sebatas bakal calon, bukan calon.

Kedua, Sandi tidak menjelaskan visi dan misinya kepada warga. Dengan kata lain, kunjungannya dapat dikatakan sebatas silaturahmi atau perkenalan semata.

"Tampaknya, yang dilakukan Sandi adalah silaturahmi, bukan kampanye karena dari setiap silaturahminya tidak mempromosikan atau kampanyekan visi misi dan program-programnya," kata Siti.

Hal sedikit berbeda disampaikan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini. Dia menilai Sandi memanfaatkan celah hukum.

Secara UU Nomor 7 tahun 2017 tentan Pemilu, safari politik Sandi memang bukan kampanye. Di dalamnya diatur, bahwa kampanye adalah aktivitas yang dilakukan oleh partai politik, pasangan calon, atau caleg peserta pemilu. Sementara saat ini belum ada calon yang ditetapkan KPU.

Dalam safari politik ke berbagai daerah Sandi memang tak menyampaikan visi misi maupun program. Statusnya pun masih bakal cawapres. Namun yang dilakukan Sandi sejatinya bagian dari kampanye karena secara langsung dan tidak langsung bermuatan politis.

"Nah celah hukum ini kemudian diakali untuk melakukan aktivitas yang sesungguhnya sudah merupakan kampanye, tetapi secara formal belum bisa dijerat sebagai aktivitas kampanye," ujar Titi.

"Tentu tidak mungkin melarang mereka sebagai warga masyarakat untuk bersilaturahmi satu sama lain. Namun silaturahmi kan jelas bedanya dengan blusukan yang punya muatan politik dengan tujuan ekspos elektoral," kata Titi.

Karena itu, Titi berpendapat KPU dan Bawaslu perlu membahas persoalan celah hukum ini. Penyelenggara pemilu harus satu pendapat dan membuat aturan terkait berbagai hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan sebelum masuk masa kampanye.

"Akan lebih baik ada pengaturan atau kesepakatan diantara KPU dan Bawaslu. Terutama soal apa yang boleh dan tidak, agar tidak terjadi penyimpangan atau potensi benturan massa pendukung dalam pelaksanaannya di lapangan," ucap dia. (osc/sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER