Bandung, CNN Indonesia -- Aparat kewilayahan menggelar mediasi untuk mencari solusi atas polemik
rumah milik warga
kota Bandung, Eko Purnomo, yang tak memiliki akses akibat terhalang tembok tetangga, Rabu (12/9). Pertemuan yang Kantor Kecamatan Ujung Berung itu menghadirkan Eko, para tetangganya, aparat kewilayahan, hingga perwakilan Dinas Tata Ruang, dan perwakilan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bandung.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil sementara itu telah memerintahkan Plt Wali Kota Bandung Oded M Danial untuk menyelesaikan sengketa rumah Eko yang terblokade tersebut.
"Saya sudah delegasikan ke Pak Oded. Kalau Pak Oded mungkin belum bisa, saya turun tangan," ujar Ridwan Kamil di Gedung Sate Bandung, Rabu (12/9) seperti dikutip
Antara. "Tetapi, itu (urusan) Pak Wali Kota Bandung."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
 Ridwan Kamil. (CNN Indonesia/Christie Stefanie) |
Secara terpisah, Oded yang juga Wali Kota terpilih Kota Bandung menjanjikan pemkot bakal memfasilitasi penyelesaian blokade rumah milik Eko Purnomo.
Oded berharap penyelesaian terblokadenya rumah Eko sehingga tidak memiliki akses masuk, dapat diselesaikan secara musyawarah mufakat tanpa harus melalui jalur hukum.
Oded pun meminta camat untuk membantu menyelesaikan permasalahan tersebut. Apabila masih tidak bisa diselesaikan oleh aparatur kewilayahan, maka tegasnya, Pemkot akan turun tangan.
"Sesungguhnya urusan itu murni masalah sosial, antarwarga. Bukan dengan aparat pemerintahan," kata Oded.
Opsi-opsi Penyelesaian Persoalan Rumah EkoUpaya mediasi yang berlangsung dipimpin Camat Ujungberung Taufik Hidayat kemarin untuk sementara berakhir buntu. Setelah pertemuan yang berlangsung sekitar dua jam sejak pukul 10.00 WIB, Eko dan tetangganya yang hadir pada siang itu tak mendapatkan satu kesepakatan soal nasib akses.
Atas hal itu, Camat Ujungberung Taufik Hidayat berjanji akan pro-aktif untuk kembali memfasilitasi pertemuan lanjutan. Dia mengaku tak ingin masalah tersebut terbengkalai di wilayah yang ia pimpin.
"Kita akan segera melakukan pertemuan lanjutan. Mungkin Senin atau secepatnya ada pertemuan lagi di RW atau kelurahan," ujar Taufik, Bandung, Rabu (12/9).
Dalam mediasi, tetangga-tetangga Eko yang hadir adalah Rahmat Riyadi (sebelah utara rumah Eko), Yana (sebelah barat rumah Eko), dan Saldi sebagai tetangga juga mantan Ketua Rukun Warga (RW) yang menjual tanah tempat berdirinya bangunan rumah kepada keluarga Eko pada 1982 silam.
Sayangnya dalam pertemuan ini, seorang pemilik rumah lainnya yang bersentuhan langsung dengan bangunan milik Eko, yaitu Rohanda tidak hadir mengikuti musyawarah. Padahal, kehadirannya dianggap penting mengingat posisi rumahnya berada di bagian yang diarsir pada karena dianggap sebagai fasilitas sosial (fasos) fasilitas umum (fasum) pada dokumen BPN yang dimiliki Eko.
Sehari sebelumnya, kepada
CNNIndonesia.com, Eko yang ditemui di rumah kontrakannya mengaku lahan rumah yang berada di RT 05 RW 06 Kampung Sukagalih, Desa Pasirjati, Kecamatan Ujungberung itu dibeli ibunya pada 1982 silam.
Kemudian, baru pada 1999 rumah itu dibangun dan mereka tinggal di sana. Masalah mulai terjadi pada 2016 ketika pemilik lahan kosong di depan dan samping rumahnya membangun rumah dalam waktu yang hampir bersamaan. Kala itu, Eko sempat menawarkan diri untuk membeli sebagian lahan namun tak tercapai kesepakatan harga.
Kemarin, dalam pertemuan selama hampir 2 jam di kantor kecamatan Bandung, meskipun tak didapatkan kata mufakat muncul sejumlah alternatif penyelesaian. Misalnya, salah satu dari Rahmat atau Yana bisa membeli rumah Eko, atau sebaliknya Eko yang bisa membeli sebagian lahan dari rumah di sekitarnya untuk dijadikan jalan.
"Hasilnya jelas bahwa karena akses jalan tidak ada sehingga kami meminta baik Pak Rahmat atau Pak Yana untuk membeli rumah Pak Eko," ujar Camat Ujungberung Taufik Hidayat.
Selain menjual tanahnya ke Rahmat atau Yana, Eko memiliki opsi untuk membeli akses jalan yakni lewat lahan milik Rohanda selaku tetangga Eko.
"Ada akses jalan yang lebih mudah lewat rumah Ibu Rohanda. Tapi perlu ada pendekatan lagi, perlu musyawarah lagi. Kita akan lakukan secepat mungkin. Tentunya perlu dengan pertimbangan kemanusiaan," kata Taufik.
 Eko Purnomo memperlihatkan dokumen BPN yang menunjukkan keberadaan fasum berupa akses gang menuju rumahnya, Bandung, 11 September 2018. (CNN Indonesia/Huyogo) |
Ketiadaan IMBSementara itu, perwakilan Distaru Kota Bandung Enay Darso mengatakan, kasus rumah Eko ditengarai salah satunya karena tidak adanya dokumen Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Akibatnya, baik Eko maupun para tetangganya pun berbekal pada argumentasi masing-masing soal status tanah dan keberadaan fasilitas umum atau fasilitas sosial berupa jalan gang di kawasan tersebut.
Enay menegaskan IMB ini sangat penting untuk menentukan kondisi suatu rumah sebelum pembangunannya. Serta dengan IMB, dapat diketahui pula bagian dari lahan yang boleh atau tidak untuk dibangun.
"Kalau ada IMB permasalahan ini tidak akan terjadi. Permasalahan terutama di lapangan yaitu kisruh masalah jual kavling tersebut di mana terjadi miskomunikasi antara pembeli kavling dengan yang membuka kavling tersebut," ujar Enay.
Koordinator Wilayah Distaru untuk Ujungberung ini menjelaskan Pemerintah Kota Bandung dalam menerbitkan IMB akan mengacu pada hasil pengukuran yang dilakukan BPN. Dalam kasus ini, sambungnya, BPN pun telah menentukan titik fasilitas umum berupa jalan menuju rumah Eko.
"Dalam aturan yang sudah dibuat BPN itu ada tanah yang diarsir. Memang itu dalam
site plan seharusnya ada untuk fasilitas umum, untuk gang," terang Enay.
Sementara itu, lahan yang digunakan untuk fasilitas sosial dan fasilitas umum itu bisa diambil dari tanah milik warga. Untuk kasus Eko, Enay menuturkan, meskipun lahan gang tersebut milik pribadi, pemiliknya wajib memberikan sebagian untuk kepentingan umum.
"Harusnya memberikan jalan atau fasilitas umum. Itu ada di Perda, UU juga ada. Karena akses jalan masuk hak warga meskipun itu tanah pribadi," tegasnya.
Dalam
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria memang salah satunya mengatur soal hak milik atas tanah yang mempunyai fungsi sosial.
 Eko Purnomo bersama para tetangga, aparat kewilayahan, dan muspida mengikuti pertemuan mediasi polemik rumah yang tak memiliki akses akibat terblokade tembok tetangga di Kantor Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung, 12 September 2018. (CNN Indonesia/Huyogo) |
Soal IMB, Eko mengakui memang rumah yang diwariskan orang tuanya itu belum memiliki dokumen yang dimaksud.
"Saya tidak tahu karena dari dulu tidak ada aturan. Tapi kalau sekarang disuruh saya siap," ujarnya.
Begitupun Saldi yang tinggal bersebelahan dengan Eko mengakui pula rumahnya yang berada di atas lahan gang tak memiliki IMB.
"Belum ada yang punya IMB," ujar mantan Ketua RW itu.
Ia mengklaim sejak awal keluarga Eko membeli tanah itu tidak ada jalan. Namun, sambungnya, di pinggir rumah Eko yang dibangun pada 1999 silam masih ada lahan kosong waktu itu. Dan, ketika Saldi hendak membangun rumah di sana, ia sempat menawarkan sebagian lahan untuk dibeli Eko sebagai akses ke rumah.
"Saya tawarkan ke dia ke tanah saya. Saya minta Rp700 ribu seluas 10 meter sebelum saya membangun rumah juga," kata Saldi.
Saldi bersikeras tanah yang digunakan untuk membangun rumahnya berstatus hak milik.
"Itu sebenarnya tanah milik. Makanya saya menyalahkan kenapa disebut fasum dan fasos, juga BPN menerbitkan fasum. Kan itu tanah milik, suratnya ada," aku Saldi seraya menambahkan rumahnya sudah mengantongi akte jual beli.
Rahmat Riadi, warga yang rumahnya berada di utara Eko juga menyebut sampai saat ini belum mengantongi IMB dan siap untuk mengurusnya. Rahmat pun keberatan rumahnya dianggap memblokir akses jalan keluar masuk rumah Eko. Dia pun merujuk pada dokumen BPN yang dipegang Eko soal lokasi gang seharusnya lewat tanda arsiran.
"Kita bicara bukti bahwa di samping kiri rumah Eko itu ada gang. Nah yang gang itu sudah dibangun, sedangkan tanah kami jauh dari rumah Eko," katanya soal polemik rumah Eko yang tak memiliki akses akibat terhalang rumah tetangga-tetangganya.
(hyg/kid)