Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta
Mohammad Taufik tidak mempersoalkan bila nanti
Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberi tanda khusus di surat suara bagi calon anggota legislatif
mantan narapidana korupsi."Selama ada aturannya di UU pemilu silakan," kata Taufik di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (18/9).
Taufik pernah terjerat kasus korupsi pengadaan barang dan alat peraga Pemilu 2004 saat menjabat Komisioner KPU DKI Jakarta. Dia divonis 18 bulan penjara pada 27 April 2004 silam karena dinilai merugikan negara sebesar Rp488 juta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, kata Taufik, jika ternyata tidak ada aturan tersebut dalam UU Pemilu, maka ia meminta agar KPU tak perlu membuat tanda tersebut. Jika KPU tetap membuat tanda bagi caleg eks koruptor, Taufik menilai KPU melanggar aturan.
"Kok doyan amat melanggar aturan," tuturnya.
Taufik menegaskan tidak akan mempermasalahkan soal tanda bagi caleg eks koruptor, karena tanda tersebut tidak akan berpengaruh terhadap perolehan suara di Pileg 2019.
"Insya Allah kepilih juga kalau saya ikut, tahun lalu juga kepilih," katanya.
Mahkamah Agung memperbolehkan para mantan narapidana korupsi untuk maju sebagai caleg dengan membatalkan Pasal 4 ayat (3), Pasal 7 huruf g Peraturan Komisi Pemilhan Umum (PKPU) Nomor 20 tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD Kabupaten Kota.
Atas putusan MA tersebut, KPU belum berencana memberikan tanda khusus kepada caleg eks narapidana korupsi.
KPU juga menyatakan belum menentukan cara agar masyarakat tahu bahwa sejumlah anggota legislatif yang akan dipilihnya merupakan mantan narapidana, khususnya terkait kasus korupsi.
Anggota KPU RI Hasyim Asy'ari mengatakan KPU harus memilih cara yang tepat terkait hal ini agar nantinya tidak menuai polemik.
"Kami harus berhati-hati dalam membuat pilihan," ujar Hasyim di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (18/9).
Hasyim mengatakan sebenarnya guna mendorong masyarakat memilih calon anggota legislatif yang bersih, KPU telah memiliki berbagai aturan. Diantaranya, ketika didaftarkan sebagai bakal anggota legislatif maka orang tersebut harus membuat surat pernyataan pernah dipidana terkait kasus korupsi.
Selain itu, caleg tersebut harus mengumumkan kepada publik melalui media bahwa dirinya merupakan mantan narapidana.
Namun, kata Hasyim, masih terdapat celah dari cara itu. Beberapa calon yang mengumumkan statusnya melalui media cetak menyiasati dengan memborong koran, sehingga publik tidak tahu mengenai status caleg tersebut.
Tak hanya KPU, Bawaslu juga belum memberikan sikap atas usulan pemberian tanda khusus bagi caleg eks koruptor tersebut. Mereka mengaku masih mengkaji rencana itu. Kajian itu dilakukan agar tak terjadi diskriminasi antar caleg.
"Kami akan kaji lebih lanjut melanggar atau tidak," kata Ketua Bawaslu Abhan.
(dis/far/ugo)