Jakarta, CNN Indonesia -- Pengumuman soal daftar
calon anggota legislatif yang merupakan mantan napi korupsi dalam
Pemilu 2019 tampaknya bakal molor. Sebab
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyatakan masih mengkaji putusan Mahkamah Agung untuk menyisir bakal caleg yang sedianya lolos.
"Ya makanya, kan belum diputuskan (dalam rapat), pembahasan kami belum selesai. Masih ada diskusi di kami, apakah mereka ikut ditetapkan besok," kata Anggota KPU RI, Pramono Ubaid Tanthowi di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (19/9).
Padahal rencananya KPU akan mengumumkan penetapan seluruh calon anggota legislatif, baik DPR dan DPRD, DPD, termasuk presiden dan wakil presiden.
Menurut Pramono terbuka kemungkinan mantan napi korupsi yang masuk ke dalam daftar calon tetap (dct) akan diumumkan belakangan, karena terganjal putusan MA yang membolehkan caleg eks napi koruptor menjadi caleg.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pramono menyatakan mereka bisa saja terlebih dulu merevisi Peraturan KPU (PKPU), kemudian memeriksa kembali data-data bacaleg yang berstatus mantan napi korupsi. Selain itu, juga dilakukan pengecekan terhadap berkas-berkas adminitrasi mereka karena yang diputuskan MA hanya terkait dengan status mereka yang merupakan mantan napi korupsi.
Oleh karena itu jika ada persyaratan lainnya yang belum terpenuhi, maka KPU tidak akan meloloskan mereka karena masa perbaikan dan melengkapi berkas sudah lewat.
"Jadi walaupun diloloskan Bawaslu tapi persyaratan lain yang dinyatakan di Undang-Undang tidak lengkap, jadi enggak bisa (lolos)," kata Pramono.
"Bacaleg DPD juga begitu, harus diperiksa keterpenuhan syarat dukungan. Jadi kalau dukungannya enggak memenuhi syarat ya enggak bisa (lolos)," lanjut dia.
Sejawat Pramono, Hasyim Asy'ari mengatakan sejumlah bacaleg mantan napi korupsi yang berpeluang dimasukkan ke dalam daftar calon tetap (dct) adalah bacaleg yang didaftarkan oleh partai politik, kemudian dimenangkan gugatannya di Bawaslu. Namun, namanya belum diganti oleh orang lain.
"Yang dipulihkan [adalah] yang sudah masuk daftar, lalu di-TMS [Tidak Memenuhi Syarat]-kan KPU, dan kemudian yang bersangkutan mengajukan sengketa ke Bawaslu dan dikabulkan. Nah, itu yang akan kita laksanakan," kata Hasyim di Kantor KPU, Menteng, Jakarta, Selasa (18/9) lalu.
(ayp/fhr/pmg)