yang dikenal dengan sebutan Ahoker. Lewat islah ini Nusron ingin mengupayakan agar Ahoker mendukung Ma'ruf yang maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Joko Widodo di
.
Nusron berencana mempertemukan Ahoker dan Ma'ruf lantaran di masa lalu kedua pihak punya hubungan yang tidak terlalu menggembirakan. Pada 2016, Ma'ruf pernah menjadi saksi pemberat bagi Ahok saat sidang penistaan agama.
Kasus itu berakhir dengan vonis dua tahun penjara terhadap Ahok. Ia mendekam di rumah tahanan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Ma'ruf sebenarnya sudah menegaskan tidak memiliki masalah dengan pihak mana pun termasuk Ahoker. Namun pengamat politik Rico Marbun meyakini masih banyak Ahoker yang memendam luka terkait kasus penistaan agama yang menjerat Ahok.
Atas hal itu, Rico yang juga bos Media Survei Nasional (Median) menilai upaya Nusron mempertemukan Ma'ruf dan Ahoker sebagai hal positif dan dapat menguntungkan bagi Ma'ruf.
Menurut Rico, Jokowi-Ma'ruf punya kewajiban memaksimalkan semua potensi suara di Pilpres 2019. Selain itu, Rico pun meyakini Ahok masih memiliki basis massa pendukung yang berguna mendongkrak suara pasangan nomor urut 1 itu.
Keyakinan Rico itu berdasarkan data sejumlah lembaga survei yang masih memunculkan nama Ahok dalam daftar cawapres maupun capres beberapa bulan lalu.
"Sebelum pendaftaran nama Ahok masih muncul sebagai capres atau cawapres. Padahal saat itu beliau masih di dalam penjara. Artinya beliau punya massa riil," kata Rico saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (25/9).
Pada awal 2018, nama Ahok memang masih masuk daftar capres dan cawapres pilihan responden. Survei yang dirilis Populi Center per tanggal 28 Februari 2018 menyebutkan Ahok mendapatkan suara sekitar 2 persen untuk menjadi calon wakil presiden. Namanya mengalahkan Susi Pudjiastuti dan Hary Tanoesoedibjo.
Sementara Survei Indo Barometer yang dirilis per tanggal 15 Februari 2018 menempatkan Ahok sebagai salah satu calon presiden dengan suara 2,9 persen atau hanya kalah dari Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
 Ma'ruf Amin disarankan menemui Ahok terlebih dulu sebelum bertemu para pendukung Ahok. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Kata Rico, suara pendukung Ahok harus dirangkul Jokowi-Ma'ruf Amin, berapa pun angkanya baik besar maupun kecil.
Langkah itu juga disebut berpotensi menekan angka goplut di Pilpres mendatang. Namun Rico mengingatkan agar Ma'ruf menemui Ahok terlebih dulu sebelum menemui para pendukungnya.
Rico mengatakan pertemuan dengan Ahok penting untuk menuntaskan masalah yang mungkin masih mengganjal. Dengan bertemu Ahok terlebih dulu, Rico menilai langkah Ma'ruf bertemu pendukung Ahok akan lebih mulus.
"Bukan rahasia memang terpilihnya Ma'ruf bisa membawa kekecewaan terhadap loyalis setia Ahok. Nanti jadi ada kesan berdamai setengah hati," kata dia.
"Jangan lah mau dengan pemilih Ahok, tapi enggak mau dengan Ahoknya," katanya.
Direktur Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) Djayadi Hanan mengingatkan risiko politik yang mungkin dihadapi Ma'ruf seandainya bertemu Ahok.
Menurutnya, pertemuan itu bisa menimbulkan pesan negatif terhadap Ma'ruf.
"Secara politik bisa sebagai kampanye negatif pihak lawan. Bisa dianggap Ma'ruf berubah, tidak komitmen kepada keulamaannya tapi berpihak ke penista agama," kata Jayadi kepada
CNNIndonesia.com.
Atas risiko itu, Djayadi menyarankan agar Ma'ruf hanya bertemu dengan simpul pendukung Ahok.
 Ahok dipercaya masih memiliki pendukung yang loyal. (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
Ahok memang memiliki sejumlah relawan yang dideklarasikan terutama saat Pilkada DKI Jakarta 2017. Wadah relawan itu di antaranya Ahok Fans Club, Relawan Nusantara (Relanu), Ahokers, Barisan Independen Ahok, dan lainnya.
Di antara relawan itu, paling menonjol adalah Teman Ahok yang digawangi Singgih Widiastono dan Amalia Ayuningtyas.
Kepada CNNIndonesia.com, baik Singgih maupun Amalia menyatakan tak lagi mengelola Teman Ahok. Kini keduanya menjadi relawan di 'Ayojo' alias Ayo Jokowi yang mendukung Jokowi. Adapun Teman Ahok, kata Amalia, sudah berubah menjadi 'Sejuta Teman' yang kini menjadi wadah perkumpulan relawan biasa.
"Setiap orang berproses ya, termasuk kami. Jadi kami sekarang sedang berjuang untuk Jokowi siapapun pasangannya," terang dia.
Terlepas dari cairnya relawan Ahok itu, Djayadi mengatakan pendukung Ahok masih diperlukan karena Jokowi-Ma'ruf harus meraih suara lebih besar dari pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Dalam Pilpres tidak boleh mengabaikan sedikit apapun jumlah pemilih," kata dia.
Djayadi menyebut basis massa Ahok adalah nonmuslim dan muslim pluralis. Berdasarkan data, Djayadi mengklaim ada sekitar 10% demografi Indonesia yang berlatarbelakang nonmuslim dan muslim pluralis.
"Karena itu perlu diupayakan rekonsiliasi. Saya kira agak sulit (nonmuslim dan muslim pluralis) memilih pak Prabowo. Paling jauh mereka golput kalau enggak suka Ma'ruf," tegas dia.