Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) kembali mengingatkan mantan pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI),
Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim, untuk kooperatif. Sjamsul dan Itjih diminta hadir dalam panggilan pemeriksaan yang diagendakan KPK hari ini, Selasa (9/10).
Sampai sore ini Sjamsul dan Itjih belum memberikan jawaban apakah akan hadir dalam panggilan permintaan keterangan terkait penyelidikan baru dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (
BLBI) atau tidak. Karenanya KPK sudah mengultimatum pasangan suami istri itu agar beriktikad untuk memenuhi panggilan.
"Jadi kami merasa sudah cukup untuk mengingatkan secara persuasif agar Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim memiliki iktikad baik untuk bisa menghadiri proses pemeriksaan tersebut," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (9/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diketahui, KPK juga sudah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Sjamsul dan Itjih kemarin, Senin (8/10) kemarin. Namun keduanya juga mangkir.
Febri mengatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan otoritas Singapura untuk menyampaikan surat panggilan permintaan keterangan kepada Sjamsul dan Itjih. Menurut Febri, surat sudah sampai ke kantor maupun kediaman Bos PT Gajah Tunggal Tbk itu. Sjamsul dan Itjih diketahui sudah sejak beberapa tahun lalu menetap di Singapura.
"Tim KPK juga ikut bersama tim dari Singapura untuk itu, memastikan surat itu sampai ke kediaman dan kantor Sjamsul Nursalim tersebut," ujarnya.
Febri menegaskan bahwa KPK akan melayangkan surat panggilan kembali ke Sjamsul dan Itjih. Dia meminta agar pada panggilan selanjutnya nanti, baik Sjamsul dan Itjih hadir dan kooperatif menjelaskan kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI kepada BDNI pada 2004 lalu.
"Kami mengingatkan agar nanti ketika dipanggil kembali bisa memenuhi panggilan itu," kata dia.
Periksa di KBRI SingapuraSementara itu Febri mengatakan permintaan keterangan kepada Sjamsul dan Itjih bisa saja dilakukan di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura. Namun, menurut Febri, alangkah baiknya Sjamsul dan Itjih merespons surat panggilan KPK terlebih dahulu.
"Kemungkinan itu sebenarnya ada ya, karena KPK juga pernah melakukan pemeriksaan saksi sebelumnya, misalnya dalam kasus KTP elektronik, KPK pernah lakukan pemeriksaan saksi di Singapura," ujarnya.
"Akan lebih baik bagi pihak Samsul Nursalim untuk berkoordinasi atau menghubungi KPK agar permintaan keterangan itu bisa dilakukan secara lebih persuasif," kata Febri menambahkan.
Menurut Febri, keterangan Sjamsul dan Itjih sangat penting dalam kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI kepada BDNI, yang ditaksir merugikan negara hingga Rp4,58 triliun.
"Keterangan Sjamsul Nursalim kami pandang penting untuk kasus ini karena namanya juga muncul di sana," ujarnya.
Dalam kasus ini, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung telah divonis bersalah dan divonis hukuman pidana 13 tahun penjara.
Dalam dakwaan, Syafruddin didakwa merugikan negara hingga Rp4,58 triliun bersama-sama dengan mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Sjamsul, dan Itjih Nursalim. Sjamsul dan Itjih diduga diuntungkan dalam penerbitan SKL BLBI kepada BDNI.
Saat dikonfirmasi terpisah, kuasa hukum Sjamsul, Maqdir Ismail mengatakan bahwa dia tiak memiliki informasi terkait panggilan permintaan keterangan Sjamsul dan Itjih.
"Mohon maaf, saya tidak punya informasi. Kebetulan saya lagi di luar kota," kata Maqdir.
(fra/osc)