Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Pramono Ubaid Tanthowi mengklaim biaya pengadaan logistik pada
Pemilu 2019 lebih hemat daripada pemilu sebelumnya.
Pramono mencontohkannya dalam hal pengadaan kotak suara dan bilik suara yang menghemat 30 persen anggaran.
"Total kotak suara, misalnya, biaya yang kita keluarkan 29,97 persen dari total anggaran. Kita habiskan hanya Rp284,1 miliar rupiah, padahal anggarannya Rp948,1 miliar," kata Pramono, di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (9/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau bilik suara, kita hanya menggunakan 30,51 persen dari total anggaran. Kami menggeluarkan Rp59,8 miliar, anggaranya Rp196 milliar. Itu efisiensi yang kami lakukan," lanjut dia.
Hal ini, lanjutnya, terjadi karena ada beberapa perubahan persyaratan dalam proses lelang proyek. Misalnya, dalam proses produksi logistik. Pemenang tender juga dibebankan tanggung jawab mengenai distribusinya ke berbagai daerah.
Selain itu, proses lelang proyek dilakukan dengan sistem e-katalog. Alhasil, kecil kemungkinan terjadi penggelembungan anggaran karena bisa dipantau oleh publik.
"Jadi mungkin kalau dihitung distirbusinya saja, kalau dipisah mungkin jatuhnya lebih mahal, tapi karena distribusi disatukan dengan biaya pengadaan, penggunaan dengan (sistem) e-katalog jatuhnya jauh lebih murah," tutur Pramono.
Soal sisa anggaran pengadaan logistiknya, dia menyebut itu bisa digunakan untuk menambal kebutuhan lain. Misalnya, upah petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).
"Masa kerja PPK itu awalnya hanya sampai bulan September gajinya. Oktober hingga Desember itu sebenarnya tidak ada gajinya," ujar dia.
Nah efisiensi-efisiensi inilah bisa digunakan untuk honor PPK yang memang kurang tiga bulan. Itulah yang dilakukan oleh KPU untuk melakukan efisiensi di sana-sini untuk menutup kekurangan di sana-sini," tutup Pramono.
(bin/arh)