Bandung, CNN Indonesia -- Wakil Gubernur Jawa Barat
Uu Ruzhanul Ulum mengaku pihaknya tak akan mempersoalkan imbauan Pemerintah Kabupaten
Cianjur agar seluruh pengurus masjid menyajikan materi ceramah soal bahaya Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (
LGBT) dalam khotbah Jumat.
"Asal yang dibicarakan demi kemaslahatan umat demi kemanfaatan umat demi kebaikan umat, itu tidak apa-apa diceritakan di masjid," kata Uu di Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (18/10).
Tak hanya bahaya LGBT, kata Uu, ceramah yang dibicarakan di masjid menyinggung tentang penyakit masyarakat juga lazim untuk dibicarakan dalam konteks memberikan pandangan religius.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita jangan tabu berbicara di masjid selain berbicara tentang keagamaan. Masjid berfungsi secara
mahdhoh dan
ghoiru mahdhoh," ungkap mantan Bupati Tasikmalaya yang juga politikus PPP tersebut.
"Tapi sebaliknya kalau yang diceritakan agama atau diceritakan seolah-olah syariat tapi intinya untuk memecah belah atau untuk menghina satu kelompok dengan kelompok lain itu enggak boleh," sambungnya.
Uu mengaku sepakat dengan imbauan tersebut. Ia berharap penyampaian ceramah juga bagian dari mengkomunikasikan program pemerintah dalam berbagai bidang.
TKN Jokowi-Ma'ruf Tak Mempersoalkan Seruan Dakwah Anti-LGBTSecara terpisah, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin, Abdul Kadir Karding mendukung seruan Pemerintah Kabupaten Cianjur yang menolak gagasan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) dalam khotbah salat Jumat.
"Kalau Bupati mengusulkan itu buat artian dakwah, ya enggak apa-apa. Saya mendukung," kata Karding saat ditemui di Rumah Cemara, Jakarta, Kamis (16/10).
Karding menilai langkah Bupati Cianjur sudah tepat karena ajaran agama manapun melarang LGBT dan sangat berbahaya bagi masyarakat. Ia menegaskan perilaku LGBT sendiri bukan muncul secara alamiah dari dalam diri seseorang. Menurutnya itu adalah kelainan seksual yang timbul karena faktor lingkungan dan pergaulan sehari-hari.
"Memang khusus LGBT itu bukan alami. Itu udah penyakit, karena lingkungan, pergaulan dan itu dilarang oleh agama," kata dia.
Karding pun mengakui perlindungan bagi kelompok minoritas, terutama bagi kalangan LGBT di Indonesia masih dilematis. Ia pun mengusulkan agar pemerintah mampu membuat kebijakan yang dapat merangkul maupun mengobati kelompok masyarakat dari kalangan LGBT agar kembali hidup normal.
Selain itu, Wakil Direktur Bidang Saksi TKN Jokowi-Ma'ruf Amin, Ahmad Baidowi turut mengatakan hal serupa. Ia mengatakan bahwa LGBT telah dilarang dalam agama Islam.
"PPP sempat mengajukan RUU Anti LGBT meskipun akhirnya sekarang dimasukkan dalam KUHP yang sedang dibahas komisi III," ujarnya.
Sebelumnya, Pemkab Cianjur mengeluarkan Surat Edaran Bupati Cianjur Nomor 400/5368/Kesra Tentang Penyampaian Khutbah Jum'at Terkait LGBT.
Merujuk dari isi surat edaran, jumlah LGBT di Kabupaten Cianjur disebut signifikan berdasarkan laporan Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kabupaten Cianjur. Atas dasar itu, Pemda meminta agar khutbah tentang bahaya LGBT dan penyakit HIV/AIDS disajikan saat salat Jumat (19/10).
Surat itu ditandatangani oleh Wakil Bupati Cianjur Herman Suherman atas nama Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar tertanggal 15 Oktober 2018.
 Termasuk laporan soal infeksi HIV/AIDS dan risiko LGBT, Pemkab Cianjur meminta masjid-masjid dalam khotbah Jumat menyampaikan bahayanya perilaku seksual menyimpang tersebut. (ANTARA FOTO/Dedhez Anggara) |
Antara Peran Keluarga dan Mengambinghitamkan Penyebaran HIVSementara itu, Kepala Sekretariat Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Jawa Barat Iman Tedja Rachmana mengatakan, ketahanan keluarga harus ditingkatkan untuk mencegah LGBT meluas di masyarakat. Menurut Iman, peran keluarga sangat penting, karena bagaimana pun faktor ini akan menjadi benteng bagi mereka.
"Keberadaan kelompok LGBT itu memang ada di masyarakat tapi harus ditangani dengan tepat. Caranya merangkul dan mendidik. Disosialisasikan jadi tidak sekadar berbicara ini kelompok maksiat bahwa ini harus dibumihanguskan tidak seperti itu," ujarnya.
KPA, dalam hal ini menurut dia bukan dalam ranah penanganan kasus LGBT. Namun jika dilihat dari sisi penularan penyakit HIV-AIDS barulah KPAI mempunyai tugas untuk mengembalikan mereka harus secara terpadu.
Ia menjelaskan, LGBT secara prinsip bertentangan dengan nilai-nilai agama, kepribadian dan budaya bangsa Indonesia yang religius. LGBT, kata dia, lebih tepat dipandang sebagai suatu kelainan dan masalah sosial yang memerlukan penanganan secara baik dan komprehensif.
"Kalau masyarakat tidak menyetujui keberadaan LGBT, tidak masalah. Agama kita melarang itu iya. Tapi kita belum punya perangkat hukum (mengatur soal LGBT) oleh karena itu pendekatannya harus di tengah. Langkah sikap yang baik dimulai dengan orang tua bicara pada anak (berkomunikasi)," kata Iman menerangkan.'
Terkait HIV, Imam mencoba meluruskan itu bukan hanya risiko bagi pelaku LGBT, bahkan bagi heteroseksual. Atas dasar itu, kata Imam, yang harus diperangi itu perilaku seksual, bukan sekedar LGBT sebagai identitas.
.
"Memang benar LGBT termasuk faktor risiko, memang benar jumlahnya tinggi tapi angka yang lainnya (heteroseksual) lebih tinggi," paparnya.
(hyg/rzr)