Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Staf Kepresidenan
Moeldoko mengakui pemerintah belum sepakat mengenai sumber pembiayaan
dana saksi untuk partai politik dalam Pemilu 2019, melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Pemerintah belum
fix setuju suaranya," kata Moeldoko di Gedung III Sekretariat Negara, Kamis (25/10).
Moeldoko menyatakan selaku Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Maruf Amin menyetujui hal itu. Menurutnya, partai politik menyetujui pendanaan itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyatakan jumlah dana saksi untuk sekitar 800 ribu orang tidak sedikit. Pendanaan dari APBN dinilai akan lebih transparan, terkontrol, dan mudah dipertanggungjawabkan.
Pandangan ini serupa dengan pendapat calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dana saksi dari Parpol dibebankan ke APBN. Hal ini dianggap bisa menekan biaya politik para peserta pemilihan legislatif dan presiden.
Moeldoko, meski setuju, menyadari perlunya pertimbangan Kementerian Keuangan. Menurutnya, dana saksi dari parpol jangan sampai membebani keuangan negara.
"Kalau saya dari TKN, enggak apa-apa, lebih transparan. Tapi mungkin dari Menkeu pusing juga itu, uangnya dari mana. Ya saya setuju juga dari sisi perimbangan keuangan," kata mantan Panglima TNI ini.
Terpisah, Wakil Presiden Jusuf Kalla tak menyetujui rencana ini. Menurutnya, dana saksi dari APBN tidak memiliki dasar hukum.
Terpisah, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah memastikan pemerintah tidak akan menggelontorkan Rp3,9 triliun untuk dana saksi partai politik Pemilu. Rencana ini dinilai bertentangan dengan Pasal 451 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
UU itu mengatur APBN hanya boleh digunakan untuk mendanai kegiatan pemilu yang dilaksanakan KPU dan Bawaslu. Dirjen Anggaran Kemenkeu Askolani menyatakan hal itu telah disepakati pemerintah dan Badan Anggaran DPR.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan, kebijakan alokasi dana saksi parpol tersebut tak memiliki dasar hukum.
"Untuk sekarang tidak dulu. Itu tidak ada dasar hukumnya," ujar JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (23/10) lalu.
Wacana dana saksi dari APBN sebelumnya diusulkan sepuluh fraksi di Komisi II DPR dalam rapat dengar pendapat dengan KPU, Bawaslu, dan Kemendagri. Semuanya sepakat mengajukan usulan itu dibahas di Badan Anggaran DPR.
JK menilai, karena kebijakan itu tidak ada dasar hukum, maka penerapannya akan berpotensi pula melanggar hukum.
"Kalau tidak ada dasar hukumnya ya semua melanggar hukum. Walaupun teman-teman DPR mengusulkan masuk dalam APBN dan UU juga," katanya.
(chri/ayp)