ANALISIS

Suramadu, Kepentingan Ekonomi dan Politisasi Basis Prabowo

CNN Indonesia
Selasa, 30 Okt 2018 06:46 WIB
Keputusan Presiden Jokowi untuk menggratiskan Jembatan Suramadu dinilai terkait dengan upaya meraih suara di Madura yang adalah lumbung suara Prabowo di 2014.
Jembatan tol Suramadu dari sisi Tambakwedi Surabaya, Jawa Timur, Minggu (21/10). (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo alias Jokowi telah mengubah status Jembatan Suramadu dari jembatan tol menjadi non-tol biasa pada Sabtu (27/10). Kebijakan ini menuai pro dan kontra, terutama karena dikaitkan dengan Pilpres 2019.

Kebijakan ini sendiri disambut baik Ikatan Keluarga Madura (IKAMA) karena mereka meyakini penghapusan tarif Tol Jembatan Suramadu akan berdampak positif bagi investasi di wilayah mereka.

Di sisi lain, Ketua DPP Gerindra Ahmad Riza Patria menilai pembebasan tarif Jembatan Tol Suramadu adalah upaya Jokowi merebut suara pendukung Prabowo Subianto di Madura. Namun, Wakil Ketua Partai Gerindra Ferry Juliantono yakin usaha Jokowi itu tak bisa membeli suara warga Madura.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diketahui, rekapitulasi suara Pilpres 2014 oleh KPU di empat Kabupaten di Pulau Madura menunjukkan keunggulan telak pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa atas Jokowi-Jusuf Kalla. Meskipun, secara keseluruhan pasangan Jokowi-JK unggul pada Pilpres 2014.

Rinciannya, di Kabupaten Bangkalan Prabowo-Hatta unggul dengan angka sekitar 81 persen, di Pamekasan di atas 73 persen, di Sumenep Prabowo-Hatta raup 57 persen suara, dan di Sampang pasangan itu unggul denganb 74 persen suara.

Pengamat Komunikasi Politik Universitas Airlangga (Unair) Suko Widodo menilai bahwa kebijakan Jokowi itu sarat dengan kepentingan meraih suara. Pasalnya, dia tidak melihat alasan kuat penggratisan tol itu dalam waktu sekejap. Terlebih, Istana belum berkoordinasi dengan pemda setempat sebelum mengambil keputusan itu.

Presiden Joko Widodo di tol Jembatan Suramadu, Jawa Timur, belum lama ini.Presiden Joko Widodo di tol Jembatan Suramadu, Jawa Timur, belum lama ini. (CNN Indonesia/Christie Stefanie)
"Indikasi ini hanya untuk kepentingan elektroral saja itu ada. Harusnya kembali lagi mengapa zaman Bu Mega [Megawati Soekarnoputri, Presiden kelima RI] dulu jembatan itu dibuat lalu dilanjutkan oleh Pak SBY [Presiden keenam RI]," ujar Suko saat dihubungi CNNIndonesia.com pada Senin (29/10).

"Nah, itu tinggal diteruskan. Kalau pun mau eksekusi, seharusnya ditawarkan ke Pemda di sana dulu alasannya apa, yang penting ada alasan," ujarnya.

Menurut Suko, penjelasan Jokowi terkait pengambilan kebijakan ini belum jelas. Namun, dampak elektoralnya sedikit banyak jelas ada untuk petahana yang pada 2014 silam kalah telak dari Prabowo Subianto di Madura.

"Ya sedikit banyak akan mempengaruhi karena jembatan itu satu-satunya penghubung antara Jawa dan Madura. Dulunya sebelum ada itu kan naik kapal," kata Suko.

Terpisah, Peneliti Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati menilai bahwa tuduhan oposisi itu berlebihan. Kebijakan ini menurutnya sudah dirancang sejak lama dan memiliki tujuan pro rakyat.

"Kan sebenernya isu penggratiskan tol sudah lama ya, yaitu untuk memperlancar arus barang dan jasa dari Madura ke surabaya dan sebaliknya. Nah, itu yang menjadi concern utama untuk mengatasi ketimpangan Surabaya dan Madura. Selama ini ekonomi terlalu ke Surabaya sekali," ucap dia.

Kendaraan bermotor melintas di jembatan Suramadu, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (3/7). Kendaraan bermotor melintas di jembatan Suramadu, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (3/7). (ANTARA FOTO/Didik Suhartono)
Jikapun baru dilakukan saat ini, Wasis menyebut ada birokrasi untuk penggratisan yang cukup rumit. Pemerintah, katanya, perlu memastikan investor dan rekanan agar penggratisan ini disepakati bersama.

Jokowi, lanjut Wasis, juga ingin meningkatkan industri lokal di Madura seperti garam yang selama ini belum tereksplor dengan baik. Dia juga memaparkan bahwa pemerintah sejatinya ingin memberikan pelayanan publik yang merata dan baik hingga ke Madura.

Tak hanya masalah ekonomi, menurut Wasis pemerintah juga ingin membangun sumber daya manusia di Madura dengan kemudahan akses ini.

"Anggapan oposisi menurut saya berlebihan ya karena concern-nya [oposisi] jelas. Itu cuma bumbu politik aja," kata dia.

Sementara, pengamat Politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing memandang kedua kubu, petahanana maupun oposisi, mendapat keuntungan elektoral dari kebijakan ini.

"Saya kira wajar kalau petahana memimpin lalu berargumen bahwa kebijakan ini akan menguntungkan rakyat, mempermudah rakyat. Kalau rakyat senang dan untung kan wajar memilih Pak Jokowi lagi," ujar dia.

Suramadu, [belum beres]Foto: CNN Indonesia/Timothy Loen
Di pihak lain, lanjut Emrus, oposisi yang ngotot mengkritisi kebijakan ini juga mendapat keuntungan lantaran punya alat untuk memperlihatkan bahwa Jokowi hanya sedang pencitraan. Ketidaktulusan itu menurut dia memberi sentimen negatif di masyarakat.

"Oposisi mengatakan kenapa baru sekarang, bahwa seolah-olah Jokowi hanya pencitraan ini bergantung dengan kepentingan politik. Atas kritikan itu publik jadi memaknai Pak Jokowi hanya pencitraan," ujar dia.

(kst/arh)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER