Lippo Cikarang, selaku induk usaha PT MSU, membutuhkan sejumlah izin dari Pemkab Bekasi untuk proyek hunian masa depannya itu.
Pihak Meikarta, yang diwakili Lippo Cikarang telah mengantongi Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) seluas 84,6 hektare. Izin itu berbeda dari gembar-gembor Lippo selama ini yang menyatakan Meikarta akan dibangun di lahan seluas 500 hektare.
Izin dikeluarkan langsung Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, lewat surat Keputusan Bupati Nomor 503.2/Kep.468-DPMPTSP/2017. Izin dalam keputusan itu untuk pembangunan komersial area apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, sekolah, hotel, perumahan dan perkantoran.
Lahan pembangunan megaproyek Meikarta yang disebut menelan investasi mencapai Rp278 triliun itu terletak di Desa Cibatu, Cikarang Selatan.
Dalam keputusan itu, pihak Lippo diminta menyelesaikan sejumlah perizinan lainnya. Di antaranya, SPPL atau UKL UPL atau analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) pada Dinas Lingkungan Kabupaten Bekasi, izin lingkungan pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PM-PTSP) Kabupaten Bekasi, rencana tapak atau site plan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bekasi.
Selain itu, menyelesaikan saran teknis izin mendirikan bangunan pada Dinas PUPR Kabupaten Bekasi serta menyelesaikan Surat Izin Mendirikan Bangunan (SIMB) pada Dinas PM-PTSP Kabupaten Bekasi. Keputusan itu berlaku sejak 12 Mei 2017 sampai 12 Mei 2018.
KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap sejumlah pejabat Pemkab Bekasi dan pegawai Lippo Group, pertengahan Oktober 2018. KPK menduga terjadi transaksi untuk memuluskan sejumlah izin yang dibutuhkan Lippo dalam proyek Meikarta.
Lembaga antirasuah itu juga telah menggeledah sejumlah lokasi terkait penyidikan dugaan suap izin proyek Meikarta, di antaranya rumah Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, rumah dan kantor Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin.
Kemudian Kantor PT Lippo Karawaci Tbk, di Menara Matahari, Tangerang, Kantor PT Lippo Cikarang Tbk, Kantor PT MSU, hingga rumah James, di Tangerang, Banten.
Selain itu, penyidik KPK memanggil beberapa petinggi Lippo Group, di antaranya Mantan Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Tbk Toto Bartholomeus dan Presiden Direktur PT Lippo Karawaci Tbk Ketut Budi Wijaya, Corporate Affairs Siloam Hospital Group Josep Christoper Mailool, dan sejumlah staf keuangan Lippo Group.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan pemeriksaan sejumlah saksi dalam kasus ini untuk mendalami sejumlah hal, salah satunya terkait dugaan pertemuan yang dilakukan pihak Pemkab Bekasi dengan Lippo Group. Febri mengaku belum bisa merinci para pihak yang diduga melakukan pertemuan itu.
"Ada pertemuan-pertemuan yang kami dalami dalam kasus tersebut, baik antara pihak Pemkab ataupun yang diduga juga dihadiri pihak Lippo. Namun saya belum sebutkan spesifik pertemuan dengan siapa saja," kata dia beberapa waktu lalu.
Direktur Komunikasi Publik Lippo Group Danang Kemayan Jati dan kuasa hukum PT Mahkota Sentosa Utama, Denny Indrayana tak merespons saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com soal dugaan pertemuan James dan petinggi Lippo Group dengan Neneng.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kasus ini, sedikitnya KPK menetapkan sembilan tersangka, dua di antaranya Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro. Tujuh tersangka lainnya berasal dari Pemkab Bekasi dan pejabat Lippo Group.
Neneng dan anak buahnya diduga menerima suap Rp7 miliar dari Billy Sindoro. Uang itu diduga bagian dari fee yang dijanjikan sebesar Rp13 miliar terkait proses pengurusan izin proyek Meikarta.
Meikarta merupakan salah satu proyek prestisius milik Lippo Group. Penggarap proyek Meikarta, PT Mahkota Sentosa Utama merupakan anak usaha dari PT Lippo Cikarang Tbk. Sementara PT Lippo Cikarang Tbk adalah anak usaha PT Lippo Karawaci Tbk.