Jakarta, CNN Indonesia -- Koordinator juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN)
Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak percaya Ketua Umum Partai Demokrat
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memiliki strategi jitu untuk memenangkan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam
Pilpres 2019.
Dahnil mengatakan pengalaman SBY di kancah politik nasional akan membantu pemenangan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 itu.
"Kami percaya beliau memiliki strategi yang maju dan jitu untuk memastikan kemenangan Prabowo-Sandi," kata Dahnil kepada
CNNIndonesia.com, Senin (12/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dahnil menyebut SBY seorang politikus dan negarawan yang memiliki pengalaman sebagai tentara, menteri, dan presiden. SBY adalah presiden ke-6 RI yang menjabat dua periode alias 10 tahun.
"Bila ada politisi kawakan yang memiliki pengalaman panjang sebagai pemimpin, salah satunya adalah beliau," ujarnya.
 Ketua Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono disebut lebih memilih kampanye senyap untuk memenangkan Prabowo-Sandi di Pilpres 2019. (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
Menurut Dahnil, dengan pengalamannya di panggung politik nasional, SBY akan sangat serius untuk memastikan kemenangan Prabowo-Sandi sebagai presiden dan wakil presiden 2019-2024.
"Semua gerakan beliau pasti sudah terencana dan terukur jelas, itu khas beliau," kata dia.
Sebelumnya, Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean menyebut SBY memilih cara senyap untuk mengkampanyekan Prabowo-Sandi.
Menurut Ferdinand, SBY tak banyak mengobral janji kepada warga yang ditemui selama berkampanye.
"Kami bergerak senyap, kami memilih untuk dengarkan harapan masyarakat," kata Ferdinand, Kamis (8/11).
Pernyataan Ferdinand itu mendapat respons dari kubu Jokowi-Ma'ruf. Menurut juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Arya Sinulingga, gerak senyap SBY di masa kampanye Pilpres 2019 dilakukan demi menyelamatkan partainya sendiri.
"Demokrat senyap untuk menyelamatkan partainya, jadi bukan untuk Pak Prabowo," ujar Arya di posko pemenangan Cemara, Menteng, Jakarta, Kamis (8/11).
Cara semacam itu, menurut Arya, juga dilakukan pada kontestasi Pilpres 2014. Saat itu Demokrat memilih tidak berpihak pada pasangan capres dan cawapres manapun. "Tahun 2014 itu tidak ikut pertempuran capres. Senyap betul karena setelah itu (elektabilitas) partainya menurun," katanya.
Cara semacam itu, menurut Arya, juga dilakukan pada kontestasi Pilpres 2014. Saat itu Demokrat memilih tidak berpihak pada pasangan capres dan cawapres manapun.
"Tahun 2014 itu tidak ikut pertempuran capres. Senyap betul karena setelah itu (elektabilitas) partainya menurun," katanya. (fra/osc)