Jakarta, CNN Indonesia -- Kubu
Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dan
Joko Widodo Ma'ruf Amin saling tuding ihwal keberadaan poster Raja Jokowi berlogo PDIP di Jawa Tengah dan beredarnya uang berstempel Prabowo.
Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf menyebut ada pihak yang ingin bermain kotor untuk menurunkan elektabilitas Jokowi dan PDIP dengan menyebarkan poster Jokowi yang mengenakan pakaian raja jawa itu.
Sebaliknya, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi menuding kubu Jokowi-Ma'ruf di balik penyebaran uang berstempel Prabowo 'Satria Piningit' sebagai bentuk serangan atau kampanye hitam kepada pihaknya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masing-masing memposisikan diri sebagai korban dan menuding kubu lain sebagai pelaku praktik kotor. Tudingan ini sudah sama-sama dibantah. Sejauh ini, belum juga ada upaya untuk menyelidiki untuk mengetahui pelaku pemasangan poster Raja Jokowi dan soal keberadaan uang berstempel Prabowo.
Publik masih menduga-duga, apa benar hal tersebut adalah bentuk kampanye hitam atau malah ada unsur kesengajaan untuk memposisikan diri sebagai korban dalam perkara ini.
Pengamat Sosiologi Politik Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun menilai sah-sah saja jika ada anggapan dua kubu yang akan bertarung di Pilpres 2019 bermain sebagai korban (
playing victim) di dua isu ini.
Menurutnya, bisa saja dugaan kedua kubu adalah pelaku pemasangan poster Raja Jokowi dan uang berstempel Prabowo. Dengan kata lain kubu Jokowi lah yang memasang poster raja Jokowi dan kubu Prabowo menyebarkan uang berstempel Prabowo.
 Poster Raja Jokowi. (CNN Indonesia/Damar Sinuko) |
Kemudian, keduanya saling berlagak sebagai korban dengan menuding satu sama lain untuk melindungi diri dan mendapatkan simpati.
Asumsinya, papar Ubed, tidak mungkin kubu Prabowo-Sandiaga memasang poster raja Jokowi di Jawa Tengah untuk menjatuhkan kubu Jokowi-Ma'ruf. Pun sebaliknya, tidak mungkin
kubu Jokowi-Ma'ruf menyebarkan uang berstempel Prabowo untuk menjatuhkan kubu Prabowo-Sandiaga.
"Saya menduga
playing victim, karena lawan politik enggak mungkin melakukan langkah konyol karena berisiko," kata Ubed kepada
CNNIndonesia.com, Kamis (15/11).
"Sangat berisiko apabila satu kubu melakukan langkah-langkah pembunuhan karakter terhadap lawan politiknya dengan cara seperti itu," ujar Ubed menambahkan.
Meski begitu, Ubed menegaskan ini baru sebatas asumsinya. Untuk membuktikannya dibutuhkan penyelidikan khusus.
Lebih lanjut, menurut Ubed kedua pihak dalam kasus stempel uang dan poster raja, pelaku sekaligus bisa menjadi sebagai korban. Hal itu karena kedua-duanya sama-sama diuntungkan sekaligus dirugikan dalam kasus ini.
"Karena ini dua-duanya muncul mereka seimbanglah dua-duanya mendapatkan keuntungan dan kerugian politik," ujar dia.
Lebih lanjut Ubed mengatakan penyebaran poster dan uang tersebut di media sosial bisa jadi bukan dilakukan atas kehendak elite politik kedua kubu. Kemungkinan kelompok-kelompok
cyber army kedua kubu lah yang melakukan hal itu.
Ubed mengaku menyesalkan kelakuan kedua kubu. Menurut dia tingkah laku menyebarkan poster dan uang diikuti aksi saling tuding, adalah perilaku politik yang konyol dan tidak beradab.
Senada, Pengamat Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno menyatakan bisa jadi ada dua 'tim siluman' yang bekerja untuk kedua kubu dan menyebarkan isu-isu itu untuk menciptakan kegaduhan di masyarakat.
"Namanya
black campaign bekerja di ruang gelap kemungkinan itu bisa terjadi. Memang tim siluman yang sengaja dibuat yang tidak tampak dipermukaan ya kerjaannya mengusili, fitnah, dan
black campaign," kata Adi dihubungi
CNNIndonesia.com terpisah.
Ia mengatakan apa yang terjadi saat ini seperti mengulang pola lama saat digelar Pillada dan Pilpres langsung.
Menanti Taji Gakkumdu Adi mengatakan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Pemilu yang terdiri Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kejaksaan Agung dan Kepolisian harus proaktif saat menemui kasus serupa. Hal itu bertujuan agar kasus-kasus semacam ini tidak terulang lagi.
Adi mendesak Gakumdu untuk turun tangan dalam menyelesaikan kasus penyebaran poster dan uang berstempel ini. Pasalnya, lembaga yang terdiri dari
stakeholder Pemilu itu punya kewenangan dan kewajiban untuk mengungkap dalang sebenarnya dari kasus ini.
 Uang berstempel Prabowo. (Dok. Desy Mahara) |
Adi menambahkan kedua kubu sebaiknya melaporkan fitnah yang menimpanya kepada sentra Gakumdu untuk membuktikan kalau mereka tidak terlibat dalam hal ini.
"Sentra Gakumdu enggak pernah bekerja itu mengungkap yang sifatnya dahsyat. Coba sekali-kali telusuri gitu, ungkap secara pasti apakah ini pelakunya orang iseng,
by design, tim siluman dari kandidat tertentu," ujar dia.
"Kalau hanya mengandalkan komitmen elite politik mengandalkan saling serang enggak akan selesai. Satu-satunya yang bisa menyelesaikan persoalan ini adalah Sentra Gakumdu bekerja. Jangan sampai bikin lembaga Sentra Gakumdu ini enggak jelas," tambahnya.
Sementara itu, Menurut Ubed tim pemenangan nasional kedua kubu harus melakukan evaluasi mendasar dari manajemen kampanyenya agar hal semacam ini tak terulang. Pasalnya, munculnya isu soal poster dan uang berstempel ini adalah cerminan dari manajemen pemenangan kedua kubu capres-cawapres kacau.
"
Stakeholder pemilu juga harus responsif. Mereka harus lebih dulu mendeteksi secara dini kemungkinan politik-politik subjektif semacam, " ujarnya
(sah/sur)