Jakarta, CNN Indonesia -- Perwakilan warga Suku Mpur Kabupaten Tambrauw,
Papua Barat, Samuel Ariks mengatakan masyarakat takut merebut kembali tanahnya yang diklaim PT Bintuni Argo Prima Perkasa (BAPP). Aparat
Brimob kerap berjaga di perusahaan itu.
"Kami takut kalau kami ke situ ada aparat Brimob. Kami sampai hari ini tidak masuk ke sana. Seakan-akan itu tanahnya perusahaan. Itu tanah kami, hidup kami. Segala-galanya ada di situ," kata Samuel di sebuah konferensi pers yang diadakan di Kantor Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) di Jakarta Selatan, Kamis (15/11).
Samuel mengatakan rencana PT BAPP membuka perkebunan kelapa sawit ditolak warga. Setelah penolakan itu, perusahaan kembali datang dengan dalih tidak membangun perkebunan sawit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, PT BAPP juga memberikan uang tali asih kepada marga Ariks sebesar Rp 100 juta. Perusahaan juga berjanji akan membuka pekerjaan di tanah berbentuk savana dalam waktu tiga tahun.
Namun saat Samuel meminta dokumen-dokumen mengenai pekerjaan tersebut, terjadi tawar-menawar dengan perusahaan. Akhirnya Samuel tidak menyetujui keberadaan perusahaan tersebut.
"Kami tidak mau PT BAPP di sana," tegasnya.
Samuel mengaku telah mengembalikan uang tali asih tersebut karena menolak kesepakatan dengan perusahaan. Namun PT BAPP tidak menerimanya dan menitipkan uang tersebut di Polres Kebar.
Ia menyatakan ada penolakan bersama enam suku lainnya, namun sampai saat ini belum ada langkah yang diambil untuk memberhentikan aktivitas yang dilakukan perusahaan tersebut di tanah Papua.
Samuel Ariks adalah salah satu dari enam pemilik hak wilayah yang sementara ini telah dikerjakan oleh PT BAPP. Ia mengatakan perusahaan tersebut datang ke distrik Kebar, Kabupaten Tambrauw pada 2015.
Veronica Manimbu, salah satu dari enam pemilik wilayah tersebut juga merasakan ketakutan masyarakat saat bersitegang dengan aparat demi memperjuangkan tanah yang menjadi sumber kehidupan warga setempat.
"Kalau kita berkelahi sama mereka, mereka datangkan Brimob sehingga kami masyarakat takut. Mungkin bicara sebatas itu dan kami pulang," kata Veronica.
CNNIndonesia.com telah menghubungi Indofood Group yang menaungi PT Bintuni Agro Prima Perkasa (PT BAPP), namun pihak yang bersangkutan belum bisa memberikan tanggapan.
Sebelumnya Greenpeace Internasional, lembaga swadaya masyarakat bidang lingkungan, mengungkapkan sejumlah perusahaan pemasok minyak sawit diduga menghancurkan area seluas hampir dua kali ukuran Singapura dalam kurun kurang tiga tahun.
Greenpeace menilai praktik deforestasi dilakukan oleh 25 produsen minyak sawit utama. Hasilnya, mereka menemukan grup industri tersebut diduga menggunduli lebih dari 130 ribu hektare hutan sejak akhir 2015 lalu.
Sementara Kabid Humas Polda Papua Barat, AKBP Hary Supriyono mengatakan pasukan Brimob memang diperbantukan di perusahaan tersebut. Namun masyarakat yang ingin menggelar demonstrasi terkait urusan tanah tak perlu takut dengan keberadaan Brimob.
"Kalau mereka arogan, tinggal laporkan saja Brimob setempat. Karena perusahaan itu tidak serta merta, pasti kan ada surat permintaan untuk menjaga keamanaan perusahaan itu," kata Hary kepada
CNNIndonesia.com, Jumat (16/11).
Hingga saat ini, kata Hary, pihaknya belum menerima laporan masyarakat terkait tindakan arogan aparat keamanan di lokasi tersebut.
"Kalaupun masyarakat mau protes karena tingkah laku oknum, ya pasti ditindaklanjuti," katanya.
(ani/pmg)