Fahri Hamzah Sarankan Buni Yani Cari Novum Tempuh PK

CNN Indonesia
Senin, 26 Nov 2018 14:11 WIB
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyarankan Buni Yani memberikan bukti baru dalam Peninjauan Kembali (PK), sebagai pembelaannya dalam kasus pelanggaran UU ITE.
Terdakwa kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Buni Yani. (ANTARA FOTO/Fahrul Jayadiputra)
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyarankan Buni Yani menempuh jalur Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung. Hal itu menanggapi keputusan MA yang menolak kasasi Buni dalam kasus dugaan pelanggaran UU ITE.

Menurutnya, Buni dapat memberikan bukti baru atau novum sebagai pembelaan atas statusnya sebagai terdakwa.

"Kalau sudah diputuskan selanjutnya adalah mencari novum untuk melanjutkan PK. Itu bagian dari hak dia," ujar Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Senin (26/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fahri menilai putusan MA menolak kasasi Buni merupakan kewenangan dari MA, dan enggan menilai putusan MA itu.

Fahri hanya menuturkan kasus tersebut merupakan dampak dari tindakan Buni mengedit video pernyataan mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Pulau Seribu tentang surat Al-Maidah ayat 51.
Ia melihat MA meyakini bahwa tindakan yang dilakukan Buni merupakan persoalan.

"Pengeditan ini yang mungkin terbukti. Karena itu kan unsurnya, itu dianggap ada persoalan pengeditan," ujarnya.

Lebih dari itu, ia melihat MA akan konsisten dengan putusannya di tingkat PK. Sebab, putusan MA terhadap kasus Buni sama dengan putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi,

MA menolak permohonan kasasi terdakwa kasus pelanggaran UU ITE Buni Yani. Dalam situs resmi Mahkamah Agung kepaniteraan.mahkamahagung.go.id dijelaskan bahwa kasasi resmi ditolak per tanggal 22 November 2018. MA menolak kasasi Buni Yani dengan perbaikan.

Pada 14 November tahun lalu, Buni Yani divonis satu tahun enam bulan penjara dalam perkara penyebaran ujaran kebencian benuansa suku, agama, ras dan antargolongan oleh hakim Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat. Ia terbukti melanggar pasal Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elekronik.

Buni Yani dinilai menyebarkan ujaran kebencian dengan menyebarkan informasi yang menimbulkan kebencian terhadap masyarakat bernuansa SARA melalui postingannya di Facebook. Ia mengunggah video Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan menghilangkan kata 'pakai' dalam transkripannya.

Setelah itu, Buni Yani mengajukan banding. Namun Pengadilan Tinggi (PT) Bandung menolak permohonan banding Buni Yani dalam kasus UU ITE per 4 April 2018.

Sementara, pengacara Buni Yani, Aldwin Rahadian menyatakan belum dapat memastikan untuk mengajukan PK karena belum membaca salinan putusan kasasi.
(ugo/jps/ugo)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER