Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Indonesia New Media Watch, Agus Sudibyo, menyatakan ada dua kelompok yang menentukan siapa yang akan memenangkan pertarungan dalam
Pilpres 2019. Generasi milenial disebut sebagai salah satu 'penentu' siapa yang akan menang.
"(Generasi milenial) Dengan total 80 juta jiwa atau 30 persen dari total pemilih," kata Agus dalam diskusi yang diadakan oleh Kaukus Muda Indonesia (KMI) di Salemba, Jakarta Pusat, Selasa (27/11).
Prediksi ini dilihat dari survei sebelumnya yang dilakukan CSIS pada tahun 2017. Survei menyebutkan bahwa generasi milenial tak begitu berminat terhadap politik. Milenial disebutkan lebih tertarik untuk mengakses konten hiburan, teknologi, dan inovasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka (milenial) mengakses internet bukan untuk mengakses berita politik. Kata apolitis mungkin bisa digunakan untuk milenial," ujar Agus.
Dengan sikap apolitis yang dimiliki, generasi milenial cenderung antipati dengan pemilihan umum apabila mereka masih disuguhkan konten-konten hoaks tentang politik. Pasalnya, hoaks membuat milenial semakin tak berminat dengan politik.
"Hal ini akan semakin membuat mereka tidak berkomitmen terhadap pemilu. Bahkan bisa jadi mereka memilih untuk golput," ucap Agus
Sementara kelompok kedua adalah
swing voters atau pemilih ragu-ragu. Mereka terdiri atas kelas menengah masyarakat urban, di mana generasi milenial termasuk di dalamnya.
"Mereka cenderung hanya sekadar pilih-pilih saat pemilu berlangsung," jelas Agus.
Kekosongan minat pada politik, terkhusus Pilpres 2019, yang terjadi pada generasi milenal dan
swing voters ini, menurut Adi, harus dimanfaatkan oleh kedua pasangan calon, baik Joko Widodo-Ma'ruf Amin ataupun Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Kedua paslon, kata Adi, harus mencari strategi untuk memperoleh suara dari kedua kelompok tersebut.
"Jokowi-Amin maupun Prabowo-Sandi harus berlomba untuk menggaet suara kedua kelompok tersebut," tutur Agus
Hoaks yang Membuat ParanoidBenang merah antara kedua 'calon penentu' pemenang Pilpres 2019 ini adalah ketidaksukaan mereka terhadap hoaks. Bertebarannya hoaks membuat kedua kelompok ini enggan berkomitmen dengan politik, apalagi pemilu.
Agus menjelaskan bahwa hoaks memang tak dapat dibendung lagi. Lebih jauh, menurutnya hoaks menimbulkan paranoid di kalangan masyarakat.
Namun, lanjut Agus, masyarakat tak perlu mengeluarkan reaksi berlebih saat menghadapi hoaks. Apalagi turut serta menyebarkan informasi yang tak terbukti kebenarannya itu.
"Kita baca saja tapi jangan dipercaya, hidup damai di tengah-tengah hoaks. Tak ada jalan untuk menghindari hoaks," kata Agus.
(fir/asr)