ANALISIS

Dilema Prabowo: Dirangkul 212, Ditinggal Moderat

CNN Indonesia
Senin, 03 Des 2018 09:53 WIB
Kedekatan alumni 212 dengan capres Prabowo Subianto disebut akan membuat dilema karena potensial ditinggalkan kalangan moderat yang tak suka gerakan itu.
Massa Reuni 212 memadati kawasan Monas dan sekitarnya di Jakarta Pusat, 2 Desember 2018. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Adi mengatakan baru kali ini Prabowo intensif mendekati kelompok Islam kanan seperti Alumni 212 dan ormas-ormas Islam macam Front Pembela Islam (FPI). Hal itu tidak dilakukan Prabowo pada pilpres sebelumnya.

Menurut Adi, pada 2014, Prabowo sudah merasa kuat karena telah mendapat dukungan politik dari mayoritas parpol.

Prabowo kala itu juga sudah menganggap kelompok Islam sudah terepresentasi dari parpol-parpol yang mendukungnya. Oleh karenanya, Prabowo tidak terlalu intensif menggaet dukungan dari kelompok Islam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berbeda halnya dengan Pilpres 2019. Prabowo tidak mendapat banyak dukungan politik. Mayoritas parpol di parlemen sudah menancapkan komitmennya untuk mendukung Jokowi-Ma'ruf. Kondisi demikian yang membuat Prabowo kini rajin mendekati kelompok Islam kanan.

"Pilpres 2019 juga tidak lepas atau kelanjutan dari Pilgub DKI Jakarta. Alumni 212 waktu itu menentang Ahok. Lalu sekarang menentang partai-partai pendukung Ahok. Dahulu Anies Baswedan yang didukung, kini Prabowo yang didukung," ucap Adi.

Adi mengatakan setiap keputusan menerbitkan konsekuensi. Begitu pula sikap Prabowo yang memilih dekat dengan alumni 212.

Konsekuensi yang harus dihadapi Prabowo adalah sulit merangkul kalangan Islam moderat seperti warga Nahdlatul Ulama. Adi menilai NU termasuk Islam moderat karena memilih berada di tengah. Tidak terlalu kiri, tidak pula terlalu kanan. NU dinilainya mengambil sikap pro Pancasila dan Islam Nusantara.

Prabowo, kata Adi, sangat sulit mendapat dukungan dari kalangan NU struktural. Menurutnya, kalangan tersebut sudah terlalu dekat dengan kubu Jokowi-Ma'ruf.

Selain itu, NU struktural juga selama ini kerap menentang gerakan-gerakan kelompok Islam yang tergolong radikal.

"Meskipun diksi radikal itu sendiri masih bisa diperdebatkan," kata Adi.

Meski begitu, Prabowo masih mungkin meraih simpati dari warga NU kultural. Adi menilai masih banyak warga NU kultural yang teralienasi dari hiruk pikuk politik termutakhir. Mereka tidak terkontaminasi dengan peperangan politik di tingkat pusat. Menurut Adi, kalangan tersebut masih banyak di daerah-daerah pedesaan.

Warga NU kultural yang dimaksud Adi itu juga tidak memahami dengan pasti konsep Islam Nusantara yang digaungkan NU struktural. Hal itu menjadi ruang bagi Prabowo untuk masuk meraih dukungan.

"NU yang apolitis, yang selama ini tidak pernah dalam dunia partisan itulah yang kemudian didekati prabowo. Di saat yang bersamaan, elit elit NU juga tidak satu suara. ada yang tidak suka dengan NU struktural yang terlalu dekat dengan penguasa," ucap Adi.

Konsekuensi Sulit

Kedekatan Prabowo dengan Alumni 212, lanjut Adi, memunculkan konsekuensi lainnya. Prabowo diprediksi akan sulit meraih simpati dari kalangan Islam moderat yang tidak pernah menimba ilmu di sekolah-sekolah keagamaan seperti pesantren.

Prabowo akan sulit karena kalangan tersebut tidak suka dengan gelagat alumni 212 dan ormas-ormas Islam yang tergabung di dalamnya.

Kesulitan lain yang dinilai menjadi ancaman bagi Prabowo yakni kalangan Islam moderat tidak mengkonsolidasikan dirinya dalam suatu kelompok. Bukan karena mereka buta politik, melainkan memang tidak suka dengan membentuk suatu wadah atau kelompok untuk menyalurkan kepentingan politiknya bersama-sama.

"Kelompok moderat ini agak elitis. Berdiri di menara gading. Kakinya tidak menyentuh ke tanah. Mereka cenderung memantau di media sosial masing-masing," ucap Adi.

Menurut Adi, demi merangkul kalangan tersebut, Prabowo bisa mengandalkan Sandiaga. Calon wakil presiden itu memang tidak terlalu dekat dengan Alumni 212 seperti Prabowo.

Sandi dinilai mampu meraih dukungan dari Islam moderat dengan wawasan, kemampuan, pengalaman, dan prestasinya sebagai pengusaha muda yang berhasil. Kewirausahaan, yang selama ini kerap disuarakan Sandi, dinilai Adi sebagai langkah untuk menggalang dukungan kalangan muda Islam moderat.

"Mungkin Sandi bisa menempuh dengan jalur yang berbeda. Toh selama ini Sandi juga tidak hadir dalam Ijtima Ulama dan Reuni 212 sehingga tidak bisa diidentikkan dengan kelompok Islam kanan," ucap Adi.

(bmw/kid)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER