Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (
MUI) Cholil Nafis mendukung gagasan dai Aceh mengundang calon presiden dan wakil presiden untuk tes baca
Alquran. Cholil menilai tes baca Alquran dapat mendongkrak elektabilitas bagi para calon dalam pilpres 2019.
"Itu bentuk aspirasi masyarakat, orang Aceh kan lebih religius. Saya pikir sah-sah saja. Ini menjadi nilai lebih elektoral, saya yakin bisa," ujar Cholil saat ditemui di Menteng, Jakarta Pusat, Senin (31/12).
Sebagai negara berpenduduk mayoritas Islam, Cholil meyakini masyarakat Indonesia menginginkan pemimpin yang paham agama, termasuk bisa mengaji. Apalagi masing-masing calon pun sama-sama beragama Islam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia pun meminta agar tak ada pihak yang berprasangka buruk jika usulan tes baca Alquran untuk menjatuhkan salah satu pasangan calon dalam pilpres.
"Kalau saya secara pribadi mendukung aja. Enggak usah dibawa baper untuk menjatuhkan salah satu pihak. Saya melihatnya ini positif," katanya.
Apalagi dari hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI), kata Cholil, menunjukkan 65 persen masyarakat Indonesia masih buta huruf Alquran. Cholil pun optimistis jika tes baca Alquran itu jadi dilaksanakan, akan mendorong kesadaran masyarakat untuk membaca Alquran.
"Soal nanti ngajinya enggak baik biar belajarlah, atau menjelang tes dia belajar dulu kan jadi motivasi untuk dapat dukungan," ucap Cholil.
Tak MendesakAdik kandung Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Lily Chodijah Wahid, menganggap usulan tes baca Alquran bagi kedua pasangan calon presiden-wakil presiden tak perlu dilakukan. Menurut Lily, seorang muslim mestinya dapat menilai sendiri pemimpinnya tanpa harus melalui tes baca Alquran.
"Saya menganggap itu enggak
urgen. Seharusnya muslim yang waras dan
concern pada agamanya itu akan pilih pemimpin yang bisa jadi panutan dalam ke-Islamannya. Enggak usah bawa-bawa Alquran segala macam gitu loh," ujar Lily saat ditemui di Menteng, Jakarta, Senin (31/12).
Lily mengatakan membaca Alquran merupakan urusan pribadi tiap orang. Jika ada pihak yang ingin mencampuradukkan politik dengan permasalahan agama, menurutnya, orang itu tak memahami sejarah bangsa Indonesia.
Menurutnya, permasalahan agama sendiri telah diatur dalam Pancasila dan UUD 1945. Bahkan pemerintah saat itu akhirnya menghapus kalimat 'kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya' menjadi 'Ketuhanan Yang Maha Esa' dalam sila ke-1 Pancasila.
"Jadi kalau ada yang hari ini bawa-bawa lagi ke syariat segala macam itu menurut saya dia enggak ngerti sejarah," ucap Lily.
Sebelumnya, Dewan Ikatan Dai Aceh mengusulkan sekaligus mengundang pasangan capres-cawapres yang bertarung dalam pilpres 2019 untuk mengikuti tes baca Alquran. Tes itu diharapkan bisa menyudahi politik identitas yang marak belakangan ini.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham Saputra menyatakan bahwa tes baca Alquran yang bakal dihelat Ikatan Dai Aceh tidak akan mempengaruhi syarat pencalonan kontestan Pilpres 2019. Hal itu tidak diatur dalam UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Dengan kata lain, jika tidak hadir, paslon yang bersangkutan tetap dapat rangkaian Pilpres 2019.
"Peraturan perundang-undangan tidak mengatur soal itu dan tidak menjadi syarat pencalonan," ucap Ilham melalui pesan singkat, Senin (31/12).
Ilham tidak mengatakan KPU melarang atau membolehkan suatu organisasi atau kelompok mengadakan acara yang melibatkan paslon peserta Pilpres 2019. Dia juga tidak menyebut KPU membolehkan atau melarang organisasi melibatkan capres-cawapres dalam acara yang tidak berkaitan dengan kampanye visi dan misi.
(pris/ain)