ANALISIS

Arti Sontekan Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi di Debat Capres

CNN Indonesia
Jumat, 18 Jan 2019 19:57 WIB
Tumpukan kertas diyakini sebagai sontekan debat yang dibawa Prabowo-Sandi dan Jokowi-Ma'ruf dinilai sebagai bentuk ketidaksiapan mereka hadapi debat capres.
Jokowi dan Prabowo Subianto di lokasi debat capres, Hotel Bidakara, Kamis (17/1). (ANTARA FOTO/Setneg-Agus Suparto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Debat capres perdana antara Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Kamis (17/1) malam, menuai ragam sorotan. Salah satu yang cukup banyak dikomentari adalah kertas-kertas di meja masing-masing pasangan calon, yang diyakini sebagian orang sebagai bahan 'sontekan'.

Dalam debat yang disiarkan sejumlah stasiun televisi itu, masing-masing pasangan calon memang meletakkan sejumlah lembaran kertas di meja debatnya yang diyakini sebagai sontekan.

Pengamat politik Universitas Padjajaran Firman Manan menilai penggunaan 'sontekan' menunjukkan kedua paslon belum siap mengikuti debat. Padahal, kata dia, kedua paslon telah menerima kisi-kisi pertanyaan debat dari Komisi Pemilihan Umum dan telah melakukan simulasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengatakan 'sontekan' hanya bisa dimaklumi ketika debat dilakukan secara mendadak oleh KPU.

"Persepsi yang terbentuk seakan-akan tidak siap. Padahal orang sudah tahu latar belakang para calon, sudah diberi kisi-kisi dan sudah ada persiapan," ujar Firman kepada CNNIndonesia.com, Jumat (18/1).

Firman menuturkan para paslon seharusnya mempersiapkan diri dengan optimal sebelum debat agar terlihat memiliki performa yang baik di mata pemilih.

Ada beberapa persiapan yang biasa dilakukan sebelum debat, seperti pelatihan hingga simulasi. Menurut Firman, performa yang baik bisa memengaruhi pemilih menentukan pilihannya.

Arti Sontekan Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi di Debat CapresTumpukan kertas di meja debat Prabowo-Sandiaga Uno. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Kalaupun membutuhkan sontekan, kata Firman, bukan berarti para paslon membawa lembaran kertas berisi kalimat jawaban.

Firman berkata idealnya sontekan dalam debat berupa cue card alias kartu petunjuk yang berisi poin-poin penting mengenai jawaban atas tema debat.

Dia mengatakan cue card berguna agar peserta debat tidak keluar dari konteks debat ketika memberi jawaban atau sebagainya.

"Pesan itu akan lebih efektif, misalnya ketika penyampai itu langsung melihat ke hadirin. Tapi itu problemnya, ketika sibuk dengan catatan ya mengurangi performa tentunya di mata publik," ujarnya.

KPU sendiri tak melarang masing-masing pasangan calon membawa sontekan di panggung debat. Namun, Firman menyarankan dalam debat-debat selanjutnya kedua paslon dan tim pemenangan lebih mempersiapkan debat diri.

Firman mengatakan debat pilpres harus memiliki standar yang lebih tinggi dari debat pemilihan lain. Ia pun kembali mengingatkan kandidat akan dianggap memiliki performa negatif jika kembali menggunakan 'sontekan' dalam debat.

"Ketika mereka menyampaikan dengan yakin, langsung menatap ke hadirin, mungkin penilaian hadirin atau pemilih menjadi lebih baik dalam konteks ini," ujar Firman.

Dalam debat semalam, beberapa potongan gambar menampakkan Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi melihat kertas yang diletakkan di atas meja.

Arti Sontekan Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi di Debat CapresJokowi juga membawa kertas ke meja debatnya saat debat capres berlangsung. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Sorotan paling luas terarah pada Jokowi. Sebagian netizen ada yang mengkritik, tapi tak sedikit yang memaklumi dan membelanya.

Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf maupun Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi sejauh ini belum memberikan keterangan resmi terkait sontekan itu.

Namun terlepas dari kehebohan sontekan debat, Firman menilai secara umum Jokowi-Ma'ruf lebih unggul dari Prabowo-Sandi.

Firman mengatakan keunggulan itu bukan dari kemampuan Jokowi menjawab pertanyaan. Akan tetapi karena Prabowo sebagai penantang tidak berhasil menyampaikan solusi alternatif dalam menjawab pertanyaan debat.

Tanpa tawaran solusi alternatif itu, kata Firman, membuat peserta debat tidak memberikan ruang diferensiasi bagi pemilih untuk menilai para paslon.

"Nah ketika tidak ada yang unggul dalam proses itu, tapi akhirnya keuntungannya ada di petahana. Pemilih, sederhananya, kalau penantang tidak bisa memberikan tawaran alternatif yang lebih baik biasanya mereka akan prefer ke petahana. Karena petahana sudah melakukan jadi bukan hanya janji saja," ujarnya. (jps/wis)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER