Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga survei Indikator Politik Indonesia menyatakan basis
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai
Hanura sebagai partai koalisi
Joko Widodo-Maruf Amin termasuk paling banyak terbelah ke kubu
Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam
Pilpres 2019.
Dari hasil survei, 43,2 persen basis PPP memilih Prabowo-Sandi sementara 53,7 persen sisanya memilih Jokowi-Ma'ruf. Sementara dari Hanura sebanyak 39,6 persen memilih Prabowo-Sandi, 59,1 persen sisanya memilih Jokowi-Ma'ruf.
"Pada kelompok partai koalisi Jokowi-Ma'ruf, basis PPP dan Hanura paling banyak terbelah ke oposisi," seperti dikutip dari rilis survei yang diterima CNNIndonesia.com, Rabu (23/1).
 Presiden Jokowi saat menghadiri harlah PPP. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra) |
Sedangkan basis PDIP, Partai Solidaritas Indonesia, dan PKPI termasuk yang paling rendah berpotensi terbelah ke Prabowo-Sandi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari hasil survei, 90,1 persen tetap memilih Jokowi-Ma'ruf, enam persen memilih Prabowo-Sandi, dan 3,9 persen memilih tidak menjawab. Sedangkan PSI sebanyak 91,9 persen memilih Jokowi-Ma'ruf, 8,1 persen memilih Prabowo-Sandi. Sementara dari PKPI 100 persen memilih Jokowi-Ma'ruf.
"Golkar, PKB, Nasdem, dan Perindo sekitar 27 sampai 31 persen basisnya tidak searah dengan arah partai," katanya.
Pada kubu Prabowo-Sandi, Partai Demokrat dan Berkarya termasuk yang paling besar terbelah ke petahana. Hasil survei menunjukkan 40,5 persen basis Demokrat memilih Jokowi-Ma'ruf sementara 54,1 persen memilih Prabowo-Sandi.
Sedangkan basis Partai Berkarya sebanyak 42,1 persen memilih Jokowi-Ma'ruf, 44,8 persen memilih Prabowo-Sandi, dan 13,1 persen sisanya memilih tak menjawab.
Sementara basis Gerindra, PKS, dan PAN, termasuk solid mendukung Prabowo-Sandi dengan jumlah 71 sampai 81 persen.
Dari hasil survei itu dapat disimpulkan bahwa tidak ada partai politik yang basis pemilihnya linear dengan arah dukungan partai kepada capres-cawapres.
"Secara total, split ticket voting atau pilihan berbeda dari yang dicalonkan parpol terjadi pada keuda basis partai koalisi," tuturnya.
Survei Indikator juga menyimpulkan bahwa pola pilpres 2019 tidak akan berbeda jauh dengan pilpres 2009 dan 2014. Dalam pilpres 2009, perolehan suara mantan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono saat itu lebih dominan melampaui akumulasi suara partai yang mengusungnya.
 Presiden Jokowi saat menghadiri Rakernas Hanura. (ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana) |
Sementara pada pilpres 2014, Jokowi yang berpasangan dengan Jusuf Kalla juga meraup suara melebihi akumulasi basis partai pengusungnya yang lebih rendah ketimbang basis koalisi pesaingnya.
"Kemungkinan besar pola serupa juga akan terjadi dalam pemilu 2019, terlebih pilpres akan digelar serentak dengan pileg," katanya.
Untuk diketahui, dalam pilpres 2019 Jokowi-Ma'ruf didukung oleh koalisi PDIP, Golkar, Nasdem, PPP, Hanura, Perindo, PKB, dan PKPI. Sementara Prabowo-Sandi didukung oleh koalisi Partai Gerindra, PKS, PAN, Demokrat, dan Berkarya.
Survei ini dilakukan pada 16 sampai 26 Desember 2018 dengan metode
multistage random sampling atau secara acak dengan 1.220 responden sebagai sampel.
Populasi survei adalah seluruh WNI yang punya hak pilih atau telah berusia 17 tahun. Sementara
margin of error dari survei ini kurang lebih 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Indikator Politik Indonesia merupakan lembaga survei yang dipimpin peneliti Burhanuddin Muhtadi. Lembaga survei ini diklaim dibentuk atas dasar bahwa demokrasi di Indonesia akan semakin berfungsi efektif jika proses pengambilan kebijakannya responsif terhadap pendapat masyarakat.
(psp/gil)