Mahfud MD: Prosedur Pembebasan Ba'asyir Keliru

antara | CNN Indonesia
Jumat, 25 Jan 2019 21:55 WIB
Mahfud MD juga menyoroti sepak terjang Yusril Ihza Mahendra yang tak dalam kapasitasnya dalam upaya pembebasan Ba'asyir.
Mahfud MD menilai ada prosedur yang keliru sejak awal dalam upaya pembebasan bersyarat Abu Bakar Ba'asyir. (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD menilai prosedur pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir keliru sejak awal. Menurutnya, wacana pembebasan yang berujung polemik itu lantaran tidak sesuai mekanisme Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang mengatur pembebasan bersyarat.

"Saya kira prosedurnya keliru kemudian organisatorisnya juga keliru" kata Mahfud ditemui di Gedung Pusat UGM, Yogyakarta, dikutip Antara, Jumat (25/1).

Mestinya, kata dia, menurut PP No 99/2012 tentang Perubahan Kedua atas PP No 32/1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, kata Mahfud, yang melakukan itu Menkumham. Sesuai PP tersebut, kata dia, pembebasan bersyarat ditangani oleh Menkumham yang selanjutnya mendelegasikan kepada Dirjen Pemasyarakatan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nah, Yusril (Yusril Ihza Mahendra) itu 'kan bukan Menkumham, penasihat presiden juga bukan. Dia penasihat Pak Jokowi, bukan panasihat presiden," kata Mahfud.

Mahfud: Sejak Awal Prosedur Pembebasan Ba'asyir KeliruMahfud MD. (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)

Selain itu, menurut dia, keputusan pembebasan bersyarat juga harus didahului dengan melakukan pembinaan bagi narapidana selama beberapa bulan. Baru setelah itu narapidana mendapat penilaian dari masyarakat terkait dengan kelayakan mendapat pembebasan.

"Lalu dia bersedia menyatakan Pancasila dan UUD sebagai ideologi dan konstitusi yang akan dia taati, artinya taat pada NKRI," katanya.

Mahfud juga menilai ada kesan ketergesa-gesaan merujuk istilah bebas murni yang sebelumnya sempat muncul dalam rencana pembebasan Ba'asyir. Bebas murni, kata Mahfud, diberikan melalui putusan hakim di tingkat pertama yang membuktikan orang tersebut tidak bersalah sehingga sama sekali tidak menjalani hukuman.

"Kalau bebas biasa, ya, menunggu masa hukuman selesai. Kalau bebas bersyarat, syaratnya sisa masa hukuman tinggal 2,5 tahun kemudian itu bersyarat," katanya.


Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menyatakan pemerintah masih mempertimbangkan pembebasan Abu Bakar Ba'asyir. Wiranto mengatakan pertimbangan tersebut dilihat dari berbagai aspek khususnya ideologi.

"Masih perlu dipertimbangkan dari aspek-aspek lainnya seperti aspek ideologi Pancasila, NKRI, hukum, dan lain sebagainya," kata Wiranto di kantor Kemenkumham, Jakarta, Senin malam (21/1).

Sikap Wiranto nyatanya berbeda pandangan dengan sikap presiden sebelumnya. Pada Jumat (18/1), Jokowi mengutus kuasa hukumnya, Yusril Ihza Mahendra untuk membebaskan Abu Bakar Ba'asyir. Alasan kemanusiaan jadi alasan utama Jokowi membebaskan Ba'asyir.

Yusril memastikan Ba'asyir sudah menjalani 2/3 masa tahanan dari putusan 15 tahun penjara pada 2011 karena terbukti menjadi perencana dan penyandang dana pelatihan kelompok bersenjata di pegunungan Jantho, Aceh, pada 2010. Perlu diketahui, sejak ditahan 2011 lalu, Ba'asyir sudah menjalani masa tahanan selama delapan tahun.


Mahfud: Sejak Awal Prosedur Pembebasan Ba'asyir KeliruMenkopolhukam Wiranto. (CNN Indonesia/Dini Nur Asih)

Namun demikian, setelah polemik bergulir dan kritik terus diterima, Jokowi kemudian menyatakan Abu Bakar Ba'asyir harus berikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pancasila sebagai syarat pembebasannya.

Jokowi mengatakan syarat itu harus dipenuhi karena mekanisme yang ditempuh adalah pembebasan bersyarat, bukan murni. Selain itu, Jokowi menilai syarat yang diberikan merupakan syarat paling mendasar sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

"Syarat itu harus dipenuhi. Kalau tidak, saya tidak mungkin lakukan. Contoh, setia kepada NKRI, setia kepada Pancasila. Sangat prinsip sekali, sudah jelas sekali," ucap Jokowi di Istana Merdeka, Selasa (22/1).

Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko lebih keras lagi menyatakan penolakannya atas pembebasan bersyarat Ba'asyir. Pensiunan jenderal bintang empat itu menyebut sejauh ini perihal wacana pembebasan Ba'asyir baru disampaikan sepihak dari penasihat hukum Jokowi, Yusril Ihza Mahendra. Menurut Moeldoko, pemerintah belum mengeluarkan keputusan pembebasan Ba'asyir.

"Itu kan baru pernyataan sepihak dari Pak Yusril, belum jadi keputusan negara. Jadi banyak yang salah mengartikan seolah-olah itu menjadi keputusan final dari presiden," ujarnya.

(ain/ain)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER