Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Sekretaris Jenderal
Partai Demokrat, Andi Arief menilai calon presiden petahana
Joko Widodo telah membuat malu Indonesia di mata Rusia. Menurut dia, pengetahuan Jokowi terbatas mengenai kontestasi politik yang tengah dihadapinya.
Pernyataan
Andi Arief merespons pernyataan Jokowi yang menyebut ada pihak yang menggunakan propaganda Rusia dalam Pilpres 2019. Kedubes Rusia sudah angkat suara dengan menyatakan tidak campur atas politik dalam negeri Indonesia.
"Setelah PSI, kini Jokowi membuat malu Indonesia di mata Rusia. Malunya itu karena pengetahuan terbatas," ucap Andi melalui pesan singkat yang juga diunggah ke akun Twitternya @AndiArief_, Senin (4/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Andi menuding pengetahuan Jokowi terbatas karena hanya sekadar menyamakan gaya kampanye Prabowo Subianto dengan Donald Trump di Pilpres Amerika. Padahal, lanjut Andi, kubu Hillary Clinton dulu juga hanya menuding secara serampangan bahwa Trump dibantu Rusia dalam melancarkan propaganda melalui Facebook.
Andi menyebut Jokowi tidak melakukan penelitian mendalam untuk mengetahui siasat yang sebenarnya dilakukan kubu lawan, yakni Prabowo-Sandi.
"Pengetahuannya terbatas karena generalisasi dengan utak-atik gatuk tanpa penelitian mendalam," kata Andi.
Andi Arief. (Detikcom/Samsudhuha Wildansyah) |
Andi kemudian mengatakan Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf pun memiliki cara berpikir serupa. Menurut dia, TKN hanya sebatas mengambil kesamaan gaya kampanye Prabowo dengan Trump, lalu menyimpulkan bahwa Prabowo menggunakan propaganda ala Rusia.
"Timsesnya berpikiran konspiratif dan mengambil kesamaan-kesamaan secara tidak proporsional dengan pemilu Amerika," ucap Andi.
Sebelumnya, calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo menyindir pihak yang selama ini menudingnya sebagai antek asing. Menurut Jokowi, justru mereka yang menuding dirinya antek asing menggunakan jasa konsultan politik dari luar negeri.
Jokowi tidak merinci siapa pihak yang dimaksud. Dia hanya mengatakan bahwa konsultan asing itu menggunakan propaganda ala Rusia di Pilpres 2019.
Propaganda Rusia itu sendiri, menurut Jokowi, yakni menyebarkan kebohongan sehingga membuat masyarakat menjadi ragu. Jokowi menyebut propaganda tersebut juga berpotensi memecah belah masyarakat.
"Enggak mikir ini memecah belah rakyat atau tidak, enggak mikir mengganggu ketenangan rakyat atau tidak, ini membuat rakyat khawatir atau tidak, membuat rakyat takut, enggak peduli," kata Jokowi di hadapan relawan Sedulur Kayu dan Mebel di Aula De Tjolomadoe, Karanganyar, Jawa Tengah, Minggu (3/2).
Menambahkan apa yang disampaikan Jokowi, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Johnny G Plate menilai kubu Prabowo-Sandi menggunakan gaya propaganda Uni Soviet pada masa kampanye Pilpres 2019.
Johnny menyebut propaganda yang dipakai kubu Prabowo adalah
firehose of the falsehood. Strategi ini menggunakan teknik kebohongan yang diproduksi secara masif melalui media untuk membangun ketakutan di masyarakat.
"
Firehose of the falsehood, gaya propaganda Uni Soviet-USSR yang dulu dipakai di era Perang Dingin dan didaur ulang di banyak pilpres, termasuk pilpres Amerika Serikat yang baru lalu," kata Johnny dalam keterangan tertulis, Senin (4/2).
Johnny G Plate. (CNN Indonesia/Ramadhan Rizki Saputra) |
Kedutaan Besar Rusia untuk Indonesia sudah angkat suara mengenai hal itu. Mereka mengklarifikasi melalui akun Twitter @RusEmbJakarta.
"Istilah ini sama sekali tidak berdasarkan pada realitas," demikian pernyataan Kedubes Rusia untuk Indonesia melalui akun Twitter resmi mereka, Senin (4/2).
Kedubes Rusia menjelaskan bahwa istilah yang kini digunakan "oleh kekuatan-kekuatan politik tertentu di Indonesia" itu direkayasa oleh Amerika Serikat ketika pemilihan umum pada 2016 lalu.
"Kami menggarisbawahi bahwa posisi prinsipil Rusia adalah tidak campur tangan pada urusan dalam negeri dan proses-proses elektoral di negara-negara asing, termasuk Indonesia yang merupakan sahabat dekat dan mitra penting kami," tulis Kedubes.
(bmw/ain)