Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga pengawas praktik korupsi Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak pemerintah Indonesia serius menindaklanjuti kerja sama bantuan hukum timbal balik atau Mutual Legal Assistance (MLA) RI dengan pemerintah Swiss.
Melalui perjanjian tersebut, pemerintah diharapkan bisa mengembalikan dana-dana hasil kejahatan (
asset recovery) yang disimpan di negara surga pajak (
tax haven).
"MLA jangan hanya sekedar seremoni atau euforia belaka. Kenapa? Karena pemerintah tidak meletakkan strategi
asset recovery sebagai penegakan hukum padahal itu adalah strategi memiskinkan pelakunya," ujar Koordinator ICW Adnan Topan Husodo kepada wartawan, Jumat (15/2).
Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) telah meneken perjanjian MLA dengan pemerintah Swiss pada 4 Februari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perjanjian yang berangkat dari terbongkarnya data Panama Papers ini memungkinkan pemerintah untuk mengejar dana-dana kejahatan yang disimpan di luar negeri.
"
Asset Recovery bisa dilakukan jika pemerintah bersama DPR meratifikasi perjanjian MLA. MLA itu tahap awal untuk melakukan penegakan hukum, bagaimana agar
asset recovery itu menjadi inti," kata Adnan.
Mengutip dokumen Offshore Leaks dan Panama Papers yang dirilis International Concortium of Investigative Journalist (ICIJ) pada 2014 dan 2016, terdapat ribuan nama pejabat, publik figur, dan sederet firma hukum Indonesia seperti Law Office CCN & Associates, Rudyantho & Partners, hingga Soemadipradja & Taher juga tercatat di dalamnya.
"Penegakan hukum yang tidak meletakkan prioritasnya pada
asset recovery dalam konteks pemberantasan korupsi, itu pasti tidak akan pernah menimbulkan efek jera," ujar Adnan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyambut baik kerja sama yang ditandatangani pemerintah dengan Swiss tersebut. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan penandatanganan MLA akan mempersempit ruang gerak pelaku kejahatan, termasuk koruptor.
"Dengan semakin lengkapnya aturan internasional, maka hal tersebut akan membuat ruang persembunyian pelaku kejahatan untuk menyembunyikan aset hasil kejahatan dan alat bukti menjadi lebih sempit," ucap Jubir KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK.