Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Ketua
Pengadilan Negeri Medan Marsudin Nainggolan menilai
KPK tidak menghormati institusinya terkait proses penyidikan yang telah dilakukan kepadanya, sebagai saksi dalam sidang terdakwa hakim ad hoc nonaktif Merry Purba.
"Saya mengormati institusi KPK, tapi KPK sepertinya tidak menghormati institusi kami dengan perlakuan seperti itu. Saya kan ketua Pengadilan Negeri," ujar Marsudin Nainggolan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (28/02).
Ia telah mengatakan kepada KPK agar menunda pemanggilannya ke Jakarta untuk proses penyidikan terkait dengan dampak yang akan ditimbulkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena kalau sekarang saya ke Jakarta pasti pemberitaan akan dahsyat. Saya mohon pengertian akan hal itu besok lusa kan saya bisa datang," ujarnya.
"Pemberitaan seperti itu, saya OTT lah. Semuanya berdampak terutama pada keluarga dan karier saya. Apalagi email saya diblokir di situ ada tawaran seminar, tawaran ngajar, Hp diambil", lanjutnya.
Ia mengakui ketika dilakukan penyidikan oleh KPK, dirinya sedang dalam keadaan sehat secara fisik, namun tertekan secara psikis.
"Dalam memberikan keterangan secara fisik saya sehat tapi secara psikologis saya tertekan. Sudah lelah, capek, kurang tidur, kurang makan Secara psikologis saya down," katanya menanggapi pertanyaan dari Jaksa Penuntut Umum.
Sebelumnya KPK melakukan operasi tangkap tangan pada Marsudin, Wahyu, Sontan, Merry Purba, serta panitera pengganti PN Medan Oloan Sirait dan Helpandi. Namun hasil dari pemeriksaan KPK hanya Merry dan Helpandi yang ditetapkan sebagai tersangka dengan dugaan menerima suap untuk kasus dugaan korupsi penjualan tanah yang masih berstatus aset negara dengan terdakwa Tamin Sukardi.
Usai OTT tersebut, Mahkamah Agung melakukan mutasi terhadap Ketua Pengadilan Negeri Medan Marsudin Nainggolan dan Wakil Ketua Wahyu Prasetyo Wibowo ke posisi hakim yustisial di Direktorat Jenderal Badan Peradilan MA pada September 2018.
Persidangan ini diwarnai dengan tangisan Merry Purba.
Dalam kesaksiannya, Marsudin mengatakan Merry Purba adalah sosok yang berintegritas karena tidak pernah ada laporan apapun. Merry juga aktif dalam kegiatan keagamaan.
Merry Purba adalah salah satu majelis hakim yang menangani perkara Tamin. Ia diduga menerima suap sebesar Sin$280 ribu dari Tamin selaku terdakwa korupsi penjualan tanah yang masih berstatus aset negara. Uang yang diberikan tersebut diduga untuk mempengaruhi putusan majelis hakim pada perkara yang menjerat Tamin.
Dalam putusan yang dibacakan pada tanggal 27 Agustus 2018, Merry menyatakan dissenting opinion.
Tamin divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp132 miliar. Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 10 tahun pidana penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp132 miliar.
[Gambas:Video CNN] (nvt/pmg)