Jakarta, CNN Indonesia -- Parisada Hindu Dharma Indonesia (
PHDI) menyambut baik
bahtsul masail (kajian hukum) Musyawarah Nasional dan Konferensi Besar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (
PBNU) tentang pembatasan penggunaan sebutan
kafir. Sabha Walaka Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat, I Nyoman Sutantra menyambut baik keputusan itu. Sutantra tak menampik sebutan kafir berpotensi menimbulkan ketersinggungan.
"Iya baik, kalau itu kan (kafir) sering membuat tersinggung. Tapi kalau kita tak pernah tersinggung untuk itu," kata Sutantra, saat ditemui di Surabaya, Rabu (6/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sutantra menyebut, di ajaran Hindu tak mengajarkan ketersinggungan meski mendapat perlakuan atau sebutan kafir. Hindu, kata dia, mengajarkan untuk hidup rukun sesama manusia, apapun golongan, warna kulit, ataupun kepercayaannya.
"Itu yang disebut Tri Hita Karana," katanya.
Bagi dia, pada hakikatnya seluruh agama adalah sama, yakni sama-sama memiliki tujuan baik. Pembeda, kata Sutantra, hanyalah pada penyebutan tuhan.
"Tuhan itu kan satu. Agama lain menyebut Allah, kita menyebut sang Hyang Widhi, ada yang menyebut Kristus, itu ndak masalah," kata Sutantra.
Di Hindu, kata dia juga tak ada sebutan khusus semacam kafir untuk orang yang beragama lain. Dia mengatakan semua manusia memiliki jiwa yang sama dan bersaudara.
Seperti diketahui, Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (NU) menyarankan agar Warga Negara Indonesia yang beragama non-Muslim tak lagi disebut sebagai kafir. Kata kafir dianggap mengandung unsur kekerasan teologis.
"Karena itu para kiai menghormati untuk tidak gunakan kata kafir tetapi muwathinun atau warga negara, dengan begitu status mereka setara dengan WN yang lain," kata Pimpinan Sidang Komisi Bahtsul Masail Maudluiyyah, Abdul Moqsith Ghazali, di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Banjar, Jawa Barat, Kamis (28/2).
Nyepi dan doa kebaikan Pemilu 2019
Terkait jelang Hari Raya Nyepi 1941 Saka yang jatuh pada Kamis (7/3), sejumlah Umat Hindu di Surabaya menggelar Pawai Ogoh-Ogoh di wilayah Kenjeran, Surabaya.
"Temanya Catur Brata Penyepian, catur artinya pengendalian diri, kita sukseskan Pemilu 2019," kata Sutantra.
Tema itu diambil lantaran Umat Hindu berharap agar gelaran Pemilu 2019 bisa berjalan dengan lancar damai dan penuh kebajikan.
[Gambas:Video CNN]"Kita kebetulan akan melaksanakan Pemilu 2019, yang kita harapkan kedamaian, maka mari kita isi hati kita dengan penuh kebajikan, supaya segala tindakan kita bisa damai termasuk pemilu," kata dia.
Dalam pawai kali ini Umat Hindu mengarak 11 Ogoh-Ogoh berukuran besar dan 1 Ogoh-Ogoh berukuran kecil. Sutranta mengatakan 11 adalah angka kembar, yang bermakna keharmonisan manusia dengan pencipta, manusia dengan alam, dan manusia dengan sesama manusia.
(frd/ain)