Jakarta, CNN Indonesia -- Aktivis HAM
Robertus Robet dipulangkan oleh pihak penyidik kepolisian setelah menjalani pemeriksaan kurang lebih selama 14 jam di gedung
Bareskrim Mabes Polri.
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Dedi Prasetyo menuturkan meski sudah dipulangkan status Robet hingga kini masih sebagai tersangka. Robet menjadi tersangka atas dugaan tindak pidana penghinaan terhadap penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia.
Meski diawali dengan viralnya video orasi Aksi Kamisan pada Kamis (28/2) lalu, pihak kepolisian tidak menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronika (ITE) untuk menjerat Robet.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu sedang didalami (video orasi), makanya UU ITE tidak diterapkan kepada yang bersangkutan karena yang bersangkutan tidak memviralkan. Yang memviralkan orang lain," kata Dedi.
Dari video ini, lanjut Dedi, pihak penyidik melakukan gelar perkara pada Rabu (6/3) dengan melibatkan saksi ahli. Ia menjelaskan ahli bahasa dilibatkan untuk mengkonstruksi narasi-narasi yang disampaikan Robet secara verbal. Kemudian, masuk ke ahli hukum pidana untuk melihat narasi-narasi yang masuk dalam unsur pelanggaran pidana sesuai pasal 207 KUHP.
Pasal 207 KUHP berbunyi, Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum suatu tulisan atau lukisan yang isinya menghina suatu penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia dengan maksud supaya isi yang menghina itu diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
"Jadi konstruksi hukum perbuatan melanggar hukum untuk pasal 207 terpenuhi di situ. Apa yang disampaikan itu tidak sesuai dengan data dan fakta yang sebenarnya dan itu mendiskreditkan itu salah satu institusi, itu berbahaya," imbuhnya.
Menjawab tudingan yang mengaitkan dengan pelanggaran kebebasan berpendapat, Dedi merujuk pada UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang 'Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum'. Undang-undang ini menyebut bahwa kemerdekaan untuk menyampaikan pendapat di muka umum tidak absolut.
Dalam pasal 6 UU Nomor 9 Tahun 1998, ada lima kriteria yang tidak boleh dilanggar yakni, menghormati hak asasi orang dalam menyampaikan pendapat di muka publik, menghormati aturan moral yang berlaku, harus mentaati aturan perundang-undangan yang berlaku, harus menjaga, menghormati keamanan dan ketertiban umum dan harus menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan.
Dengan diterapkannya pasal 207 KUHP, Dedi menegaskan bahwa Robet tidak ditahan.
"Saya sampaikan, berdasarkan norma yuridis yang ada, fakta hukumnya seperti ini. (Pasal) 207 tidak bisa ditahan, ancaman hukuman 1 tahun 6 bulan, sesuai dengan pasal 20 KUHAP untuk penahanan, persyaratannya ancaman hukuman 5 tahun, kemudian pasal-pasal tertentu yang sudah ditetapkan sesuai pasal 20 KUHAP itu ada, 351 dan lain sebagainya. Untuk (pasal) 207 tidak termasuk di dalam pasal 20 KUHAP. oleh karenanya yang bersangkutan tidak dilakukan penahanan," jelas Dedi.
Robet juga tidak dikenakan wajib lapor walaupun statusnya hingga kini masih tersangka. Namun, kata Dedi, jika penyidik masih memerlukan keterangan tambahan, maka Robet dapat dipanggil lagi oleh Bareskrim Mabes Polri.
Sementara ditemui usai pemeriksaan, Robet membenarkan bahwa dirinya yang berorasi pada Aksi Kamisan. Dalam orasi tersebut, dia mengambil penggalan lagu plesetan yang mencatut ABRI.
"Dan oleh karena orasi itu, saya telah menyinggung dan dianggap menghina lembaga atau institusi, saya pertama- tama ingin menyatakan permohonan maaf tidak ada makdud saya untuk menghina atau merendahkan institusi TNI yang sama-sama kita cintai," kata Robet.
(els/agi)