Jakarta, CNN Indonesia --
DPRD dan pemerintah provinsi DKI Jakarta menyepakati tarif Moda Raya Terpadu (
MRT) rute Lebak Bulus-Bundaran HI. Tarif MRT sekali jalan disepakati Rp8.500, dan tarif tertinggi adalah Rp14.000.
Tarif MRT itu menuai kritik karena dianggap mahal. Tarif MRT dianggap tak memihak masyarakat menengah ke bawah.
Menurut Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi Deddy Herlambang, sejak awal MRT ditargetkan bukan untuk kalangan menengah ke bawah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau dari konsep semula memang MRT ini targetnya untuk menengah ke atas. Jadi sebenarnya kalau harga segitu ya
make sense," ujar Deddy saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Rabu (27/3).
Deddy kemudian menjelaskan penyumbang macet terbesar adalah pengguna mobil dan motor pribadi. Mereka biasanya bekerja di daerah Jalan Jenderal Sudirman dan Thamrin. Itu sebabnya, MRT memang ditujukan kepada segmentasi kalangan tersebut.
"Beda segmennya dengan yang Transjakarta. Kalau Transjakarta mungkin segmennya menengah ke bawah. Tapi kalau MRT ini segmen menengah ke atas. Jadi memang ada perilaku khusus, artinya untuk segmentasi di MRT ini," ujarnya.
Deddy kemudian menerangkan MRT bertujuan mengalihkan pengguna kendaraan pribadi menjadi menggunakan MRT. Menurut dia kendala upaya tersebut bukan hanya terletak pada masalah tarif. Namun yang lebih penting adalah masalah integrasi antar moda.
Ia kemudian menjelaskan terdapat empat jenis integrasi yang menurutnya akan menarik pengguna kendaraan pribadi menjadi pengguna MRT.
Pertama integrasi infrastruktur yang memungkinkan dalam satu atap terdapat beberapa jenis moda transportasi yang bisa diakses. Kedua, integrasi e-payment yakni pembayaran semua jenis transportasi dengan satu kartu dan tarif. Berikutnya, integrasi jadwal antarmoda. Terakhir, integrasi aplikasi dimana dalam satu aplikasi tersedia pelayanan untuk berbagai moda transportasi.
"Paling tidak yang tinggalnya jauh dari jalur MRT itu solusinya integrasi. Jadi dia bisa turun naik Transjakarta atau KRL dan sebagainya lalu turun di HI lalu dia menggunakan MRT," ujar dia.
Pengamat transportasi dari Universitas Soegijapranata, Djoko Setijowarno mengatakan angka psikologis angkutan umum seharusnya di kisaran Rp10 ribu.
Kata dia, Gubernur DKI seharusnya memulai penerapan tarif yang lebih rendah. Setelah itu perlahan bisa dinaikkan hingga Rp14ribu.
Katanya, itu dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat dengan pelayanan yang diberikan. Ia menyinggung agar operasi MRT bisa meniru KRL. Dulu, KRL menerapkan tarif murah lalu saat penggunanya sudah banyak, tarifnya bisa naik.
"Kalau saya jadi Anies,oke, Rp14 ribu tapi [harga] promosi Rp8500. Mainkan pelan-pelan, pelayanan buat bagus. Setahun naikkan pelan-pelan. Enggak kerasa nanti ujungnya Rp14 ribu juga tapi kan orang nilai pelayanannya dulu," katanya.
Selain itu, Djoko mengatakan meski tarif itu ditargetkan untuk kalangan menengah ke atas, tidak serta merta kalangan itu mau beralih transportasi.
Selain integrasi yang belum cukup tersedia, dia menilai pengguna mobil pribadi, sudah merasa nyaman dan tidak memiliki masalah untuk merogoh kocek demi pengeluaran kebutuhan kendaraan yang cukup mahal.
"Di Jakarta itu teman-teman saya yang pakai mobil mereka habiskan biaya bulanan rata-rata Rp6,5 sampai Rp7,5 juta. Sopir, parkir, tol, BBM, perawatan. Jadi kalau dia gunakan MRT enggak sampai Rp1 juta. Tapi berapa persen yang mau beralih," ujarnya.
[Gambas:Video CNN] (ani/ugo)