Jakarta, CNN Indonesia -- Hari pemungutan suara
Pilpres 2019 bakal berlangsung kurang dari sepekan lagi.
Calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo (
Jokowi) dan calon presiden nomor urut 02
Prabowo Subianto memiliki waktu yang sangat sedikit untuk meyakinkan pemilih labil (
swing voters) dan masyarakat yang belum menentukan pilihan (
undecided).
Jokowi dan Prabowo masih punya waktu sekitar empat hari untuk melakukan kampanye terbuka menjelang masa tenang pada 14 April 2019 mendatang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisa waktu kampanye itu, Jokowi sebagai petahana sangat gencar melakukan kampanye terbuka di sejumlah wilayah di antaranya Bogor, Sukabumi, Depok, dan Jakarta.
Sementara itu, Prabowo, justru cenderung mengosongkan jadwal kampanyenya dan memilih untuk mempersiapkan debat capres terakhir yang jatuh pada 13 April 2019. Tercatat Prabowo hanya berkampanye sekali di Surabaya hari ini, Jumat (12/4).
Pengamat Politik Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun menilai mendekati hari H, keduanya tengah beradu jitu dalam menerapkan strategi pemenangan.
Jokowi, kata Ubedilah, menggunakan strategi kampanye terbuka untuk menggaet
swing dan
undecided voters, sementara Prabowo bersiasat dengan mempersiapkan debat.
Undecided dan
swing voters, kata Ubed, sangat menentukan kemenangan keduanya di Pilpres 2019 mendatang. Sebab angka keduanya sangat tinggi.
Salah satunya survei terkini yang digelar Indikator Politik Indonesia. Saat merilis hasil survei pada 3 April lalu, Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanudin Muhtadi menyatakan lembaganya menemukan pada survei kurun waktu 22-29 Maret 2019 angka
swing voters mencapai
16,9 persen sementara
undecided voters mencapai 7,2 persen. Kemudian survei nasional yang dilakukan Voxpol Center Research and Consulting pada 18 Maret-1 April 2019 angka
undecided voters mencapai 7,9 persen dari 1.600 responden.
Angka tersebut terbilang cukup signifikan apalagi jika berkaca pada hasil survei yang menyatakan selisih suara Prabowo dan Jokowi hanya terpaut di kisaran 18 sampai 20 persen, walaupun ada segelintir lembaga survei lain yang menyebutkan angkanya lebih.
"Kemampuan mereka menggaet
undecided voters dan meyakinkan
swing voters ada di strategi mereka," kata Ubed kepada
CNNIndonesia.com, Kamis (11/4).
Menurut dia, strategi yang paling jitu untuk memenangkan hati para
undecided voters dan
swing voters adalah dengan cara menguasai debat terakhir yang dijadwalkan digelar pada 13 April mendatang.
Pasalnya, karakteristik
undecided voters dan
swing voters ini cenderung kritis, sehingga mereka lebih suka untuk melihat gagasan-gagasan yang disampaikan masing-masing calon sebelum menentukan pilihan.
Ubed sendiri menilai kampanye terbuka sendiri tidak cukup efektif untuk menarik hati para pemilih labil ini. Sebab, kampanye terbuka hanya jadi ajang untuk unjuk gigi jumlah massa, bukan menyampaikan gagasan-gagasan efektif secara tepat.
Belum lagi, kata dia, materi yang disampaikan di kampanye terbuka cenderung negatif dan saling menyerang, bukan memberikan gagasan substantif yang dapat menarik hati dua kelompok pemilih tersebut.
Prabowo, kata Ubed, dalam hal ini melihat celah itu. Alhasil dia lebih memilih beristirahat dan menyusun siasat untuk memenangkan debat, ketimbang, menggelar kampanye terbuka seperti halnya yang dilakukan Jokowi.
"Istirahatnya Prabowo untuk menyiapkan debat, saya kira itu strategi yang dilakukan untuk semacam mengumpulkan bahan dan energi untuk tampil lebih baik," ucapnya.
[Gambas:Video CNN]
Strategi merangkul calon pemilih yang masih 'galau' itu harus dimaksimalkan kedua paslon saat debat terakhir nanti. Apalagi, debat terakhir nanti lebih banyak membicarakan isu ekonomi.
Berdasarkan survei CSIS, isu-isu ekonomi dinilai lebih menarik perhatian pemilih dibandingkan yang lain. Dari survei nasional sepanjang Maret 2019 dengan sampel 1960 responden yang dipilih secara acak, CSIS menemukan responden lebih memilih isu harga sembako (23 persen) isu kemiskinan (19 persen) dan isu lapangan pekerjaan (14 persen).
Kesulitannya, setelah debat terakhir tersebut, rangkaian Pemilu 2019 memasuki masa tenang. Walhasil para kontestan pemilu agak sulit menyerang balik isu yang mendiskreditkan dirinya secara terbuka.
Walhasil, relawan di kedua kubu yang tak tersentuh UU Pemilu dinilai harus bisa menguasai isu publik dengan memborbardir media sosial maupun media massa.
"Kalau habis debat malam minggu debatnya sepi tidak ada perbincangan soal debat di media sosial, orangnya juga malas, apalagi kalau debatnya tidak menarik ya itu tidak akan berefek," kata Ubed.
Sementara itu, Pengamat Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno mengatakan debat capres tidak akan terlalu efektif memengaruhi suara pemilih.
Pasalnya, isu-isu yang akan dibawa di debat nanti sudah terbaca dan publik akan jenuh soal itu. Walhasil gorengan isu-isu di hari tenang atau pascadebat tidak akan berefek terlalu besar guna menarik
undecided dan
swing voters.
"Kalau melihat debat pertama sampai keempat lebih cenderung normatif, dan narasinya sudah ketebak, Prabowo akan bilang ekonomi sedang buruk harus ganti presiden sementara Jokowi akan bilang ekonomi sedang mantap. Kan itu-itu saja," kata Adi.
Menurut dia strategi yang cukup efektif untuk meraih suara
undecided voters dan
swing voters melalui kampanye personal atau dari pintu ke pintu dengan dibarengi kampanye terbuka. Sayangnya itu tak bisa dilakukan karena masa tenang, sehingga harus lewat pengaruh relawan di akar rumput.
Dengan kata lain, kata Adi, para paslon pilpres harus memaksimalkan masa kampanye yang hanya tersisa dua hari lagi. Misal, lewat pawai menuju lokasi kampanye terbuka. Dari situ kontestan pilpres dapat membagikan gagasan secara lebih personal kepada pemilih dengan harapan para pemilik hak pilih terpanggil.
"Kalau bisa saat kampanye itu harusnya datangi pasar, pangkalan ojek, bahkan komplek-komplek rumah sehingga gagasannya bisa tersampaikan melalui selebaran misalnya kan mereka baca itu," kata Adi.